Belajar dari Narapidana, Tebar Kebajikan Dimana Saja Bersama Internetnya Indonesia

 

tebar kebajikan dimana saja
foto diblur ya sesuai peraturan di dalam Lapas

“Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera di hutan juga bekerja.” – Buya Hamka

Kalimat tersebut adalah kalimat pamungkas yang mungkin sudah sering kita dengar. Kalimat itu menjadi salah satu motivasi saya untuk selalu menebar kebajikan dimana saja dan apa pun profesi kita. Sebuah janji pada Tuhan saya ketika diberi kesembuhan setelah satu tahun berjuang untuk sembuh.

Inilah yang membedakan antara manusia dan makhluk lainnya ketika diberi nikmat waktu luang, badan dan jiwa yang sehat. Apakah kita akan bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup? Apakah pekerjaan kita punya nilai manfaat bagi banyak orang?

Inilah cerita saya, tentang pekerjaan yang sebelumnya membuat saya tak percaya diri. Namun siapa sangka, lewat pekerjaan inilah saya belajar tentang warna-warni kehidupan di dunia yang fana ini.

Menyapa Banyak Pasang Mata dari Bilik Berjeruji

Sudah tiga tahun saya banyak mendapatkan pelajaran berharga sekaligus pengingat ketika bertemu dengan para Narapidana di sebuah Lapas Wanita kelas II di kota tempat saya tinggal. Mendengar lebih banyak masalah dari mereka yang akhirnya harus menghabiskan beberapa tahun waktunya di penjara. Mendengar optimisme dan cita-cita yang kadang terdengar mustahil. Tapi saya justru melihat semesta di setiap pancaran harapan dari netra mereka.

Ibarat kuda yang tengah berpacu mencapai garis finish, saya merasa kalah start dengan mereka. Harinya diisi dengan hal-hal bermanfaat. Mungkin saya yang merasa “baik-baik saja” selama ini. Bahkan jarang meminta ampun secara tulus dan khusyu’ kepada Tuhan atas dosa yang telah dilakukan.

Doa-doa yang dilangitkan sebatas keseharian yang sudah mendarah daging, jarang didalami betul-betul maknanya, mengakui dosa-dosa yang bahkan mungkin belum terampuni. Berbeda dengan wanita-wanita hebat di Lapas ini, mereka menyadari bahwa pernah berbuat dosa, untuk itulah mereka bertaubat dengan sungguh dan penuh harap.

Menambal berbagai kekurangan di masa lalu dengan ibadah dan doa yang tak pernah putus. Saling menolong sesama teman, meskipun keduanya juga berada dalam kondisi yang kesusahan. Menyedekahkan seluruh hartanya meskipun dirinya sendiri serba kekurangan.

Pada akhirnya benar apa kata pepatah bahwa siapapun dirimu di masa lalu, bukan berarti tidak berhak menjadi orang yang baik di masa depan.

“Dua tahun lagi saya bebas Mbak, mohon doakan ya.” Beberapa orang ingin didoakan ketika saya berpamitan dari ruang berukuran sekitar 6×6 meter. Nampak sempit karena diisi dengan 20 hingga 25 orang. Ada kamar mandi yang juga digunakan untuk buang air besar maupun kecil di sudut ruangan tersebut. Ventilasinya hanya berasal dari jendela teralis yang terdapat pada bagian depan ruangan.

Beberapa kali saya memasuki ruangan tersebut untuk memberikan pembinaan secara langsung sebelum pandemi datang. Mereka semua bersikap sopan. Bahkan tak jarang saya terpaksa harus menarik tangan ketika mereka ingin menciumnya.

Bertemu dengan para narapidana perempuan membuat saya banyak belajar. Tentang seorang Ibu yang tak kenal lelah, berumur sekitar 60 tahunan, sedang semangat belajar Al-Quran meski ia tak pernah mengenal huruf abjad A hingga Z. Tentang seorang perempuan berusia 19 tahun yang ternyata hafal beberapa surat dalam Al-Quran. Juga tentang seorang perempuan berusia 30 tahunan yang selalu menangis ketika berdoa.

tebar kebajikan dimana saja
kegiatan belajar saat pandemi, mereka berkumpul di aula untuk melakukan virtual meeting dengan pembina

Tebar Kebajikan Dimana Saja Ketika Pandemi Melanda Bersama Internetnya Indonesia

Masih 3 tahun Lembaga Permasyarakatan (Lapas) mengadakan kerjasama pembinaan untuk terpidana Narkoba, pandemi kemudian datang. Kami tak lagi bisa bertatap muka dan saling mendoakan ketika bersalaman. Pandemi membuat saya akhirnya harus bekerja dan melakukan pembinaan dari rumah.

Frekuensi pertemuan yang semula setiap dua hari sekali kini berganti menjadi satu minggu sekali saja. Apalagi ketika Covid-19 gelombang kedua menerjang, ada  beberapa binaan pada akhirnya tumbang karena gejala Covid-19. Akhirnya selama beberapa bulan kami pun tak mengadakan pertemuan sama sekali meski hanya dari layar kaca dengan mengandalkan internetnya Indonesia.

Saat situasi sudah mulai terkontrol dan memasuki era new normal, pembinaan dilakukan melalui zoom meeting. Tidak hanya pembinaan, tapi juga seluruh tugas, laporan, rapat, hingga pertemuan rutin mingguan pun dilaksanakan melalui meeting online. Saya jadi membayangkan, bagaimana jika tidak ada IndiHome dari Telkom Indonesia?

tebar kebajikan bersama internetnya indonesia

Akan bagaimana kondisi ruhiah mereka jika kegiatan pendampingan serta belajar mengaji bersama-sama dihentikan hingga waktu yang tak bisa ditentukan?

Beruntung karena ada internetnya Indonesia, kami pun bisa beraktivitas sebagaimana semula meski hanya lewat layar kaca. Beruntungnya semua itu tidak mengurangi makna. Justru memberikan hikmah baru untuk saya dan teman-teman peserta rehabilitasi semuanya. Pandemi datang, bukan berarti aktivitas terhadang. Pandemi justru datang dengan membawa banyak pelajaran, akan dibawa kemana tujuan kehidupan tiap orang?

Tebar Kebajikan Dimana Saja dan Kapan Saja, Selama Masih Bisa

Sejak saya dianugerahi Isya, saya menjadi pegawai yang “tidak ingin menonjolkan diri” seperti tahun 2018 lalu. Maksudnya saya tidak ingin punya prestasi apa-apa. Jangan ditiru ya, ini salah, hehehe. Saya menganggap setiap kemajuan yang saya raih, berarti satu langkah mundur untuk anak semata wayang saya.

Meskipun banyak orang yang meyakinkan bahwa Isya pasti baik-baik saja kalau saya banyak meninggalkannya. Namun hati saya tetap tidak tenang. Akhirnya saya memilih untuk mengurangi aktivitas sejenak agar anak saya tidak menghabiskan hari-harinya di daycare.

Maka di tahun 2019 ketika senior mempromosikan saya untuk maju kembali menjadi penyuluh teladan, saya menolaknya. Saat itu memang tidak memungkinkan melihat umur Isya yang masih bayi, belum ada 6 bulan. Namun di tahun 2020, takdir membawa saya menjadi Penyuluh Teladan Kota Malang lagi. Melalui verifikasi dan wawancara di tingkat Kota melalui virtual meetingberuntung banget kami menggunakan internetnya Indonesia, sehingga acara pun berjalan lancar sesuai harapan.

Siapa sangka saya terpilih kembali setelah 2018 lalu saya gagal masuk nominasi 3 besar se-Jawa Timur. Entah bagaimana perasaan saya saat itu, antara bersyukur dan khawatir. Khawatir karena kalau sudah menang di tingkat kota, otomatis akan maju ke tingkat provinsi. Artinya, saya harus meninggalkan Isya (lagi) untuk menginap beberapa hari. Melihat seleksi Penyuluh Teladan di Tingkat Provinsi sangat ketat, dilaksanakan selama 2 hari 1 malam dengan jadwal yang sangat padat, nyaris hanya punya waktu istirahat di malam hari saja. Maka saya tidak mungkin membawa Isya ikut serta.

Namun pemilihan penyuluh teladan kali ini ternyata berbeda. Menghadirkan juri dari Kantor Wilayah Provinsi dan Kelompok Kerja Penyuluh Provinsi Jawa Timur di masa pandemi, kami harus mempersingkat acara dengan protokol kesehatan yang ketat. Bahagia betul mendengar kabar bahwa kami tidak menghabiskan banyak waktu di kantor dan di tempat penjurian jika lolos ke tingkat provinsi kelak.

Masa pandemi kali ini membawa banyak hikmah dan juga nikmat. Mulai dari masa karantina suami yang begitu panjang karena hasil swab yang tak kunjung berbuah negatif, sampai ketika Allah mengenyahkan segala hal yang mengganggu pikiran saya selama ini. Bahwa anak saya bukanlah penghambat karir pekerjaan. Ia adalah anugerah, sekaligus berkah yang dihadirkan Allah dalam kehidupan saya.

Buktinya, ketika pagi hari di tanggal 22 Oktober 2020 saya berangkat ke Surabaya untuk mengikuti sesi wawancara memperebutkan 3 besar, Isya sangat kooperatif dan sangat membantu menjaga kestabilan mood saya. Tidak ada yang saya pelajari saat malam keberangkatan, hanya power point yang saya kerjakan di sela-sela mengasuh Isya yang super aktif, juga video yang sudah dieditkan suami. Bahkan untuk mempelajari kembali Karya Tulis saya pun tidak sempat.

Ketika mau belajar, eh udah jam 11 malam aja. Padahal besok harus berangkat pukul setengah lima pagi karena saya mendapat kesempatan pertama untuk presentasi pada jam 7 pagi.

Suami rela mengajukan cuti hanya untuk mengantar saya pagi itu. Pukul setengah 4 saya bangun, menyiapkan masakan untuk sarapan sebelum berangkat juga bersih diri. Hingga akhirnya saya dan bu Elvi (mewakili Penyuluh Teladan PNS Kota Malang), berhasil berangkat pukul 5 pagi. Isya saya gendong dari tempat tidur karena biasanya dia bangun jam 6 atau 7 pagi. Alhamdulillah, selama perjalanan Isya tidur dan tidak rewel sama sekali.

Sempat deg-degkan karena baru pertama kalinya Isya saya ajak keluar kota di masa pandemi seperti ini. Beruntung kami bisa membawa kendaraan pribadi, pinjam dari Akungnya Isya, hehehe..

Sempat drama juga sih, tepat pukul 6 lebih 5 menit, kami salah mengambil jalur tol. Akhirnya harus putar balik sekitar 10km. Beruntung sopirnya lihai dan ngga bikin bingung. Sehingga tepat pukul 06.30 kami sampai di halaman Kanwil Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur. Karena acara dimulai pukul 7 tepat, saya langsung melakukan briefing pada Isya.

Isya anak salihah, ibuk harus kerja ya, satu jam saja. Isya tunggu di sini sama Bapak ya. Cari semut sambil sarapan. Nanti ibuk selesai, kita beli es krim. Oke?

Isya hanya manggut-manggut. Saya anggap dia setuju dengan kesepakatan yang kami buat.

 

sebelum memasuki aula untuk pemilihan penyuluh teladan
berpose setelah berpamitan dengan isya di parkiran mobil sebelum masuk ke aula
Alhamdulillah, Isya pun tenang dan tidak rewel sama sekali bersama dengan Bapaknya menunggu di halaman Kanwil selama kurang lebih satu jam. Selama penjurian yang berlangsung 30 menit untuk tiap peserta, saya benar-benar memanfaatkan waktu dengan baik. Jangan sampai saya mengucapkan sesuatu yang tidak perlu. Sehingga tepat 30 menit juri selesai mewawancarai hasil presentasi saya.

Selama beberapa kali maju sebagai nomine penyuluh teladan tersebut, saya mengangkat kisah dari para narapidana perempuan sebagai judul karya ilmiah yang diajukan. Tidak berekspektasi apapun karena saya menyadari bahwa lawan kami banyak sekali yang hebat dan inovatif. Hal terpenting adalah saya sudah tampil semaksimal yang saya bisa dan menjalankan tugas dengan baik.

Maka saya pun meminta izin untuk undur diri terlebih dahulu sebelum acara dinyatakan usai. Alhamdulillah, panitia pun mengizinkan. Pulang ke Kota Malang dengan kondisi yang super lega dan bahagia karena saya anggap usai sudah perjuangan, hehe.

Tebar Kebajikan Dimana Saja, Jadikan Profesi Sebagai Ladang Amal Untuk Berbagi

Usai maghrib, ternyata pengumuman sudah ada di grup whatsapp khusus penyuluh teladan. Atas kuasa Allah, ternyata saya masuk ke nominasi 3 besar yang dinyatakan lulus ke babak final memperebutkan juara 1. Ada sedikit rasa khawatir dan cemas, karena itu artinya perjuangan malah akan lebih berat lagi. Namun di satu sisi bersyukur karena ternyata Allah memberi kesempatan pada saya untuk menjadi pemenang. Sampai sini saya jadi galau, menjadi penyuluh teladan tingkat kota saja bebannya begitu berat. Bagaimana kalau saya masuk final ya?

menebar kebajikan dimana saja
hasil skoring juri

Sempat terpikir, udah deh jadi juara 3 juga nggak apa-apa. Hehe, tapi ternyata dewan juri memutuskan untuk melakukan verifikasi validasi ke lokasi kami masing-masing dan mereset nilai yang sudah diberikan. Jadi yang juara 1 untuk pemilihan hari ini, belum tentu nanti kembali menjadi juara 1 di lapangan (setelah proses verifikasi dan validasi). Artinya kesempatan untuk menjadi juara 1 sebenarnya masih terbuka lebar, hehe..

Sampai di sini rasanya tidak sepatutnya saya mengeluh. Ucapan selamat yang datang dari teman-teman yang dulunya ikut penyuluh teladan di tahun 2018 menjadi pemompa semangat saya. Ketika ditanya bagaimana bisa saya masuk ke final? Entah saya juga tidak tahu.

Karena saya tetap memakai judul yang sama di tahun 2018, tentang narapidana dan kisah mereka yang patut didengar. Saya hanya membenahi sedikit yang juri dulu nilai sebagai sesuatu yang harus diperbaiki. Termasuk power point dan video. Benar kata pepatah bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Sehingga karya tulis saya menjadi lebih hidup tahun ini, meskipun belum sempurna. Sehingga harapan di tahun 2018 untuk menjadi salah satu pemenang, ternyata dikabulkan oleh Allah di tahun 2020.

Saya hanya ingin teman bloger tahu bahwa anak bukanlah penghambat karir kita, justru dialah bahan bakar penyemangat kita sebagai ibu pekerja. Terima kasih untuk anak-anak di seluruh dunia, kalianlah semangat kami, para ibu.

Apapun Profesinya, Tebar Kebajikan Dimana Saja Bersama Internetnya Indonesia

Selain banyak belajar dengan orang-orang baru di Lapas Wanita, profesi yang saya jalani saat ini juga memberikan banyak berkah jika tanpa melihat honorarium yang tak sampai setengah Upah Minimum Regional. Saya bersyukur bisa mengenal banyak pengajar hebat nan ikhlas, para narapidana yang tak sungkan membagikan kisah dengan sejuta makna, juga anak-anak muda yang masih peduli dengan masa depan bangsa.

Saya semakin yakin bahwa ternyata kita tidak sedang berjuang sendirian. Ditambah dengan dukungan IndiHome dari Telkom Indonesia yang secara tidak langsung membantu profesi saya selama pandemi dua tahun terakhir kemarin. Manfaat internet semakin terasa ketika pandemi dua tahun terakhir begitu banyak membantu saya dan team kepenyuluhan.

Lalu yang terpenting, siapapun teman-teman sekarang, apapun profesinya, yuk kita renungi kembali nasihat Buya Hamka di awal tulisan ini. Meskipun pandemi dan era new normal tak mengizinkan untuk bertegur sapa dan saling memeluk, mari tebar kebajikan dimana saja dengan apapun yang kita punya.

Tak perlu khawatir karena Internetnya Indonesia selalu ada menemani kita. Bersama dengan IndiHome dari Telkom Indonesia, kita tebar kebajikan dimana saja tidak pandang jarak yang tak terjangkau mata. Yuk jadi agen perubahan, dimulai dari diri sendiri, dimulai dari yang terkecil dan mulai dengan niat baik.

telkom indonesia

Semoga artikel ini memberi banyak hikmah untuk teman-teman semua ya. Apapun profesinya, teman-teman adalah penggerak dari peradaban bangsa yang penuh berkah ini. Apapun profesinya, teman-teman bisa berjuang bersama internetnya Indonesia, untuk menggaungkan kebajikan hingga seluruh dunia.

Semoga bermanfaat ya!

23 thoughts on “Belajar dari Narapidana, Tebar Kebajikan Dimana Saja Bersama Internetnya Indonesia”

  1. Masya Allah profesi mulai, dari Penyuluh agama Islam, jadi teringat beberapa tahun lalu saat menyambangi lapas. Banyak pelajaran berharga, belajar menjadi yang terbaik dengan apa yang kita miliki dan kita jalani. Barokallah atas prestasi dna dikabulkannya doa Mbak Jihan jadi penyuluh teladan.
    Ngomong-ngomong internet, IndiHome memang selalu menjadi teman keluarga

    Reply
  2. Masha Allah, bener banget mbak, akupun percaya setiap profesi hebat dengan kontribusinya masing-masing. Kalau dah jadi Ibu memang kadang ada prioritas yang membuat kita bilang “nanti dulu”, dan di waktu yg tepat nantinya tetap bisa terwujud dan malah makin sukses. Bagus mba artikelnya, salut juga untuk mereka yang belajar dari jeruji besi ^^

    Reply
  3. MasyaAllah, tetep semangat menginspirasi mba Ji, ikutan bangga punya teman blogger seperti mba Jihan. Semoga ilmunya selalu bermanfaat, Isya pinter dan shalihah yaa

    Memang selama pandemi banyak kegiatan yang enggak bisa dilakukan, tapi bukan berarti menjadi penghambat untuk berbagi kebaikan dan inspirasi ya mba

    Reply
  4. mantap Mbak Ji 🙂 semakin majunya jaman, semakin banyak kemudahan yang bisa kita manfaatkan ya, dan dari situlah harusnya kita juga semakin bisa bermanfaat buat banyak orang 🙂

    Reply
  5. Kalimat Buya Hamka sangat menohok. Hidup di dunia cuma sekali, memang mesti banyak-banyak melakukan kebajikan. Ya apa lagi sih yang mau kita bawa pulang nanti kalau bukan amal kebaikan?

    Reply
  6. Masya Allah. Insya Allah rezeki dan ama ibadah akan terus mengalir kepada Mbak Jihan.
    Dan setuju sekali, apapun profesi kita, terus semangat tebar kebaikan. Apalagi di zaman internet yang menurut saya lebh dimudahkan. Misalnya, suka menulis, bisa terus menebar menulis lewat blog juga.

    Reply
  7. Senang sekali bisa berkarya dan bermanfaat untuk orang banyak Mbak. Nggak semua orang bisa punya peran publik, tapi saya salut karena Mbak dapat support system yang mendukung yaa. Pengen punya peran untuk publik juga. Senangnya bisa bermanfaat untuk para narapidana yang ternyata juga manusia biasa seperti kita. Mereka punya masa lalu, tapi mereka juga punya masa depan untuk diraih. Semoga lebih baik ke depannya. Aamiin ya Rabb

    Reply
  8. Urusan kebaikan memang seharusnya nggak perlu melihat pada siapa dan tentang apa. Bahkan napi yang ingin memperbaiki hidupnya akan lebih baik. Apalagi dibantu internet. Bisa banget kebaikan terus mengalir.

    Keren banget, mbak Ji.

    Reply
  9. Inspiratif ceritanya mbak Jihan
    Memang teknologi memberikan kemudahan bagi kita untuk bisa berbagai kebaikan kapan saja dan dimana saja ya mbak

    Reply
  10. MashaAllah~
    Barakallahu fiik, kak Jihan.

    Selalu menginspirasi oleh kisahnya. Dan senang sekali mendapatkan semangat setelah membaca artikel kak Jihan bahwa “Apapun profesinya, kita semua adalah penggerak dari peradaban bangsa yang penuh berkah. Apapun profesinya, kita semua bisa berjuang bersama internet Indonesia, untuk menggaungkan kebajikan hingga seluruh dunia.”

    Keren banget, kak Ji…

    Reply
  11. Iya betul apapun profesinya seorang ibu tetap yang terbaik untuk anaknya, tidak ada maksud menelantarkan sang anak. Setuju mbak.
    Btw saya kok salfok ya tulisan makan sambil cari semut itu ngapain ya🙄

    Reply
  12. Waktu masih kuliah, salah satu kegiatan yg paling menarik adalah saat kunjungan ke lapas, dulu ke nusa kambangan sama lapas anak

    Selalu ada insight baru ketemu semua warga binaan di sana, obrolan yg singkat tapi kaya makna ya mbak

    Reply
  13. masya Allah jadi merinding nih aku sendiri merasa bahwa apandemi kemarin malah jadi titik balik ku, bahwa anak tak menghalangiku untuk terus berkarya. Kerennya mbak Jihan barokalloh atas semua pencapaiannya ..isya sehat2 ya nak, kau tumbuh bersama orang tua yang luarbiasa.. barokalloh

    Reply
  14. Salut sama mba Jihan, luar biasa profesinya berbagi kebajikan dengan menjadi penyuluh di lapas wanita. Semoga mba Jihan bisa terus berkarya dan selalu dikelilingi oleh support sistem yang ga kalah luar biasanya seperti anak, suami dan keluarga lainnya hingga internet.

    Reply
  15. jadi inget, saya pun pernah nih ngadain pelatihan di lapas perempuan sukamiskin, tapi khusus perempuan, letaknya di kawasan antapani

    Para tahanan dan napi sejatinya sama dengan kita, bedanya mereka pernah berbuat kesalahan dan harus membayar kesalahan tersebut. Itu saja.

    Reply
  16. Banyak orang yang kurang memperhatikan saudara-saudara narapidana. Padahal saat kita mengunjungi mereka, berbagi kebaikan hidup, kita pun bisa mendapat pelajaran berharga dari pengalaman hidup mereka.

    Reply
  17. masyaAllah profesi yang sangat mulia ya, mbak karena bisa menebarkan kebajikan bagi sesama dan juga mendapat pengalaman baru dari orang-orang yang diberikan penyuluhan. berkat internet juga sekarang kita bisa menebar kebajikan dengan cara yang bermacam-macam ya, mbak

    Reply
  18. Masyaalloh jadi tau gambaran profesinya mba jihan sebelumnya apa.

    Mulia sekali..indihome emang bener bener bisa bikin kita nglakuin apa aja bahkwa kasih penyuluhan juga bisa online ya mba

    Reply

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)