Beberapa hari yang lalu akhirnya saya merasakan bagaimana rasanya ketika anak tidak mau sekolah. Dulu, saya termasuk perempuan yang punya pemikiran “yaudah deh biarin aja kan masih PAUD juga ini, ngga usah dipaksa masuk sekolah kalau emang dia ngga mau.”
Namun ketika anak tidak mau sekolah kemarin entah mengapa rasanya saya ingin marah hehe.. padahal kalau dipikir-pikir kemana perginya “idealisme” saya kemarin?
Ketika anak tidak mau sekolah kemarin, saya berpikir dia hanya ingin bermanja-manjaan dengan saya karena ada salah satu temannya yang sejak dulu memang selalu ditunggu oleh neneknya. Sudah lebih dari tiga bulan Isya mulai bisa berbaur dengan teman-temannya, mau diantar sampai gerbang, dan ngga ada drama berarti.
Namun entah mengapa tiba-tiba satu hari kemarin dia tidak mau masuk kelas. Padahal ketika berangkat dia semangat, semua dipamitin, disalimin, tapi begitu sampai di sekolah langsung berubah ekspresi wajahnya. Sampai saat ini saya masih meraba-raba apakah gerangan sebabnya?
Ketika saya tanya Isya hanya diam saja. Padahal selama ini saya tinggal pun tidak apa-apa, saya emosi deh saat itu. Karena Isya tak kunjung memberikan jawaban. Tutup mulutnya itu membuat saya akhirnya lelah mencoba berbicara dengan nada halus.
Yaudah kalau gitu mau sekolah apa pulang?
Pulang.. jawabnya. Karena rasanya darah sudah mendidih naik ke kepala akhirnya saya mengatakan kalau pulang berarti tidak ada rekreasi ke Milkindo (yang akan dikunjungi oleh teman-teman satu sekolahnya) satu minggu lagi, tidak ada tempat bermain, tidak ada playground. Itu semua konsekuensi karena ia tak mau sekolah.
Tapi ketika menuliskan ini saya jadi sadar, Buuu.. anak umur 3,5 tahun mana ngerti soal konsekuensi? Apakah dia tahu apa itu hukuman? Apa itu sebab akibat?
Ketika Anak Tidak Mau Sekolah dengan Segudang Alasan
Setelah bermenit-menit menanyakan hal yang sama, bertubi-tubi, mungkin Isya bosan dan akhirnya menangis. Tidak mau sekolah, tidak mau melakukan apapun kecuali bermain gadget.
Apakah saya mengizinkan? Saat itu iya. Sudah capek banget Bun, emosi sudah di ubun-ubun, dan percayalah saya sudah mencoba berbagai macam dari cara yang halus sampai yang disertai dengan emosi, membujuknya untuk sekolah atau setidaknya memberikan jawaban kenapa dia tidak mau sekolah.
Hingga pada akhirnya malam hari setelah kejadian tersebut saya menanyainya kembali.
Kenapa tidak mau sekolah? Apakah temen-temennya nakal? Engga Buk.. begitu jawabnya pelan.
Gurunya nakal? Engga Buk, semua baik (Isya ini memang ngga pernah mengatakan anak itu nakal, anak itu jahat, tidak pernah. Kecuali pada hewan harimau atau singa karena ia melihatnya di film kartun).
Terus kenapa Isya kok gak mau masuk kelas? Isya mau sama Ibuk..
Nah lho, tiba-tiba saja dia berbicara begitu. Luluh hati saya rasanya.. meskipun belum terungkap kenapa selama dua hari itu dia cerah ceria di rumah tapi begitu mau masuk kelas air wajahnya berubah. Suami saya pun juga tak berhasil menggali alasan yang “lebih masuk akal” di dalam pikiran kami sebagai orang tuanya.
Apa yang Harus Dilakukan?
Benar apa kata pepatah bahwa menjadi ibu adalah proses belajar seumur hidup. Ketika anak tidak mau sekolah seperti ini tentu saja saya tak pernah belajar bagaimana menanganinya dan saat ini saya pun harus menggali banyak informasi apa yang harus saya lakukan ketika anak tidak mau sekolah?
Menurut website Kemdikbud dikatakan bahwa takut ke sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat atau pada hari Minggu atau hari libur.
Takut ke sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolah. (Inilah yang masih saya gali, pengalaman apa sebenarnya yang membuatnya tidak mau masuk kelas).
Anak yang kurang nyaman berada di sekolah dapat dilihat dari gerak tubuh dan mimik wajahnya. Bisa diperhatikan ketika berbicara dengan orang lain, beberapa anak akan susah terfokus pada lawan bicara dan hanya tersenyum-senyum sambil menggerakkan kepalanya, gerakkannya pun kaku dengan pandangan kosong lurus ke depan. Ada beberapa tanda lain yang dapat dijadikan sebagai kriteria school phobia atau takut sekolah yaitu :
- Menolak untuk berangkat sekolah
- Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang
- Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan orang tua atau pengasuhnya, atau menunjukkan tantrum-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya
- Menunjukkan ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang dan ini berlangsung selama periode tertentu
- Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah
- Mengemukakan keluhan lain (diluar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah
- Senang berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul
Permasalahan anak yang takut ke sekolah cukuplah rumit karena ada pemikiran dari anak untuk tidak terbuka terhadap permasalahnya. Sebagai orang tua jangan lantas memarahi saat anak tak mau sekolah seperti saya. Maaf ya Nak, huhu..
Justru orang tua harus lebih aktif mencari tahu sebabnya. Bisa berkonsultasi dengan pihak sekolah atau mendengarkan pendapat anak lebih terbuka. Ketika anak tidak mau sekolah, bukan berarti ia tak mau mencari ilmu. Kondisi tersebut tak bisa dipaksakan dan harus segera dicarikan akar permasalahan serta solusinya.
Orang tua dapat bekerja sama dengan guru, wali kelas, juga wali murid lain untuk mencari tahu tentang masalah yang sedang dihadapi anak terkait ini, kemudian bekerja sama juga untuk menyelesaikannya. Apabila dirasa masalah tersebut sudah tidak dapat ditangani oleh pihak orang tua dan sekolah, maka sebaiknya merujuk anak ke psikolog adalah pilihan yang tepat.
Jadi, ketika anak tidak mau sekolah, jangan langsung dipaksa apalagi sampai menghakimi sebelah pihak. Karena sebenarnya, anak hanya tidak mau sekolah, bukan tidak mau belajar. Pada dasarnya, anak itu suka belajar sebab dari awal masa pertumbuhan ia selalu belajar, seperti belajar jalan, membaca, dan lain-lain. Sehingga yang perlu diperbaiki adalah sumber belajarnya.
Dalam tahap ini saya masih membiarkan Isya tidak sekolah, semoga saja besok atau hari-hari setelah Isya saya izinkan “libur sekolah” ia bisa bergabung lagi dengan teman-temannya seperti dulu. Aamiin! Doakan ya teman-teman..
Referensi:
https://pauddikmasdiy.kemdikbud.go.id/artikel/menghadapi-anak-yang-tak-mau-sekolah/
Halo Isya, Isya anak pintar, hebat dan cantik sekali. Sekolah itu menyenangkan loh, banyak jajanan, mainan dan juga teman. Semangat sekolah lagi ya, Isya
Terimakasih tante, semoga Isya semangat lagi yaaa >.<
Aduh, ternyata Isya nama anaknya, saya kira habis sholat Isya, hehe ..
Kalau anak saya yang kedua, baru masuk TK tahun ini, pernah beberapa kali tidak mau masuk dengan alasan nomor 5.
Tapi ya saya maklumi saja, kalau cuma untuk sehari. Mungkin dia bosan juga, tapi besoknya dia masuk lagi kok. Alhamdulillah.
Hehe iyaa nih, Isya sudah dua hari ngga mau sekolah :(( besok mau dicoba lagi.. semoga sudah mau dan semangat sekolahnya.
Terimakasih sudah mampir!