Mengatasi Anak yang Pilih-Pilih Makanan Menurut Psikolog

Dulu Isya bukan termasuk bayi atau anak yang pilih-pilih makanan. Sejak MPASI, apa saja dia makan, apa saja yang saya sajikan dia doyan. Namun ketika usianya mulai memasuki 1 tahun atau lebih (persisnya saya lupa), dan makanannya sudah mulai “agak kasar” dan kenal dengan nasi, saat itulah Isya mulai menjadi anak yang pilih-pilih makanan.

Kenapa sih Buk Isya harus makan sayur? 

Isya ngga mau makan ini, maunya ayam goreng aja Buk!

Buk, Isya ngga suka, mau pizza aja

Berbagai macam alasan selalu diungkapkan olehnya sejak mengenal mana makanan yang menurutnya enak dan mana yang tidak.

Mengatasi Anak yang Pilih-Pilih Makanan Hingga yang Sulit Makan

Ketika menghadapi anak yang susah makan seperti itu, otomatis orang tua akan panik dan mencemaskan kecukupan nutrisi dan gizi anak ya. Berbagai cara pun dilakukan untuk membujuk anak agar mau makan makanan yang sehat.

Sayangnya, banyak dari kita sebagai ibu malah yang mengabaikan situasi makan yang sehat. Saya ingat, dulu selalu mengajak Isya keluar berjalan-jalan dengan stroller alih-alih makan di atas meja makan bersama kami. Asal makannya lahap. Hiks, ketika tahu ilmunya sedih banget ternyata justru cara saya yang salah untuk memulainya.

Berdasarkan pemaparan Ibu Samanta Elsener, M.PSi, Psikolog pernah ada suatu kasus. Seorang ibu muda mendatangi beliau untuk melakukan konseling. Si ibu mengeluhkan anaknya yang susah makan. Anaknya sangat sulit makan, apa pun yang disiapkan sering kali tidak dimakan dengan lahap. Tentu saja hal ini membuat si ibu semakin hari semakin frustasi.

Psikolog kemudian bertanya apa saja yang sudah dilakukan sejauh ini untuk membujuk anaknya agar mau makan. Teman-teman tahu jawabannya?

Si Ibu bercerita bahwa selama ini beliau selalu mengikuti kelas tentang parenting, pun berkonsultasi dengan dokter anak dan juga psikolog anak. Semua cara yang telah dipelajari oleh si Ibu juga telah dipraktikkan. Namun ternyata tidak membuahkan hasil seperti yang diinginkan.

Ternyata kejanggalan pun terungkap dari ceritanya pada psikolog Ibu Samanta. Yakni bahwa setiap kali beliau menerima informasi, ia langsung mempraktikkannya dan berharap ada hasil yang instan. Namun, beliau lupa bahwa aktivitas makan merupakan proses menikmati makanan itu sendiri. 

Anak-anak, khususnya yang masih dalam tahapan MPASI, masih dalam tahap berkenalan dengan berbagai rasa dan tekstur makanan dan harus menikmati proses makannya, bukan berapa banyak porsi makanan yang ia konsumsi. Oleh karena itu, batas waktu makan adalah 30 menit. Kita perlu menyudahi proses makan jika sudah lebih dari 30 menit. Lalu, bagaimana jika anak lapar setelahnya?

Kita dapat memberikan camilan sehat kepada anak atau memberikan porsi makan lagi. Pahami bahwa ukuran organ pencernaan setiap anak berbeda. Ada anak yang langsung puas sekali makan dan kenyang sampai waktu makan berikutnya. Ada pula anak yang hanya bisa makan sedikit-sedikit, tapi perlu frekuensi yang lebih sering.

Pastikan orang tua selalu bersikap positif saat menawarkan makan pada anak, dan dalam proses makannya anak dapat menikmati bersama. Anak akan sellau melihat bagaimana perilaku makan orang tuanya.

Ketika orang tuanya terlihat menikmati makanan, anak pun akan membangun pengalaman dengan makanan yang juga menyenangkan. Tidak ada cara yang lebih baik selain memberikan contoh yang baik di hadapan anak dan ikut menikmati makanan yang ada.

Oleh karenanya, usahakan selalu makan bersama anak dan tunjukkan kita pun menyukai makanan yang sedang kita makan di hadapan anak.

Kapan Orang Tua Perlu Waspada Pada Gangguan Makan Anak?

Perilaku makan anak memang paling membuat orang tua khawatir, terlebih jika porsi makan anak semakin lama semakin sedikit. Atau durasi makannya semakin panjang.

Umumnya saat anak sudah mulai sekolah, ia mulai menjadi anak yang pilih-pilih makanan, seperti Isya sekarang. Salah satu faktor yang memengaruhi adalah karena ia melihat perilaku makan temannya di sekolah.

Anak usia 7 atau 8 tahun kadang juga akan menjadi anak yang semakin pilih-pilih makanan. Misalnya tidak mau makan sayur atau menu tertentu. Bisa jadi si anak  bosan dengan rasanya sehingga orang tua perlu mencari menu alternatif agar anak tetap lahap makannya.

Beberapa poin berikut ini dapat menjadi tanda waspada bagi orang tua jika anak semakin menunjukkan kesulitan makan:

  • Anak terganggu dengan bau makanan yang menyengat sehingga mengurangi selera makannya
  • Anak mengalami kecemasan sehingga tidak selera makan atau makan berlebihan untuk beberapa jenis makanan dengan rasa tertentu, misalnya manis.
  • Porsi semakin lama semakin berkurang sehingga anak terlihat lemas
  • Anak yang sedang berkonflik dengan salah satu orang tua bisa saja menghindari makanan yang paling disukai oleh orang tua yang sedang berkonflik dengannya.
  • Setiap kali selesai makan, anak memuntahkan makanannya.
  • Anak hanya ingin makan kurang dari 10 variasi jenis makanan.
  • Anak memiliki keyakinan yang tidak beralasan atau ketakutan tertentu dengan makanan yang ia konsumsi.

Di atas semua itu, pastikan bahwa sebagai orang tua kita juga telah melakukan konsultasi dengan para profesional ya! Seperti dokter, dan psikolog untuk mengetahui dengan pasti apa yang terjadi dengan anak kita. Serta agar mereka yang mengalami gangguan makan mendapatkan pertolongan yang tepat jika anak menunjukkan gejala seperti di atas.

Semoga artikel ini bisa memberikan edukasi bermanfaat untuk para orang tua ya! Jangan berprasangka buruk dan berputus asa dulu pada anak yang pilih-pilih makanan, selamat menyelami keinginan anak dan semoga para Ibu selalu bersabar menemani pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

 

Referensi:

Samanta Elsener, M.PSi, Psikolog

Baca juga yuk tips parenting dan pendidikan lainnya di blog baityofa.my.id

 

2 thoughts on “Mengatasi Anak yang Pilih-Pilih Makanan Menurut Psikolog”

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)