Penanggulangan Bencana Inklusif Bagi OYPMK dan Penyandang Disabilitas

Berbicara soal penanggulangan bencana inklusif, kita diingatkan dengan duka akibat gempa di wilayah Cianjur dan sekitarnya beberapa pekan lalu. Duka di Cianjur ini hanyalah satu dari ribuan kasus bencana alam yang terjadi di tanah air. Ketika membaca dan melihat kondisi Cianjur saat itu saya ikut sedih sekaligus khawatir akan terjadi lagi hal yang sama.

Lalu berpikir, bagaimana ya caranya agar korban tidak banyak yang berjatuhan ketika bencana itu terjadi? Salah satu solusi yang perlu kita siapkan adalah bagaimana kesiapsiagaan masyarakat ketika menghadapi gempa atau bencana lainnya.

Bagaimana prosedurnya? Apakah mereka harus lari keluar begitu ada getaran? Apakah mereka harus berlindung terlebih dahulu sebelum lari keluar? Mana yang benar? Lalu bagaimana dengan nasib orang dengan disabilitas? Bagaimana kita menyiapkan “payung” sebelum terjadinya hujan untuk mereka?

gempa cianjur
Gempa Cianjur 2022, source: kompas.com

Penanggulangan Bencana Inklusif di Indonesia

Pak Papang mengemukakan bahwa kalau kita bicara bencana, mulai dari Januari 2022 ternyata sudah ada 3286 kejadian bencana se-Indonesia. Boleh dikatakan rata-rata sehari sekali ada kejadian bencana di negeri kita. Kebanyakan karena cuaca ekstrim, banjir, gelombang abrasi atau peristiwa alam lainnya.

Total meninggal 549 orang. Karena Indonesia menjadi salah satu dari 10 besar negara dengan korban meninggal terbanyak karena bencana.

Kita berupaya untuk terus menekan atau meminimalisir korban. Yang paling penting kita tidak pernah berharap bencana itu datang dan sebisa mungkin kita menghindari ada korban berjatuhan. Kondisi saat ini di Cianjur, masyarakat masih takut untuk masuk rumah. Korban pengungsian 59ribu orang.

Kita harus memahamkan atau memberi edukasi pada masyarakat tentang kemungkinan-kemungkinan bencana yang bisa terjadi di Indonesia.

Nah, penanganan bencana tidak pernah dibedakan. Mana disabilitas mana yang tidak, semua sama. Namun pada tahun 2014 ada perubahan. Sehingga disabilitas itu punya 3 hal yakni : pertolongan, partisipasi, dan perlindungan. Pemerintah memberikan 3 mandat untuk disabilitas untuk penanganan bencana bagi mereka.

Teman-teman disabilitas juga tidak mau hanya dijadikan sebagai obyek. Tapi mereka juga menginginkan sebagai subyek. Mereka juga ingin dilibatkan untuk menjadi relawan yang membantu sesama, sehingga muncullah hak mereka sebagai partisipan.

Dan ketika terjadi bencana akan muncul disabilitas baru dan double disability atau bahkan triple disability. Mereka yang awalnya bukan disabilitas akhirnya menjadi penyandang disabilitas karena bencana, dan seterusnya. Inilah realita yang kita hadapi saat ini.

penanggulangan bencana inklusif

Menilik Kisah Mas Bejo, Penyandang Disabilitas yang Selamat dari Gempa Bantul 

Pada beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk mendengarkan salah satu penyandang disabilitas terdampak bencana yang tinggal di Bantul, Jogja. Bersama dengan Pak Papang (begitu sapaan akrabnya) sebagai Direktur Direktorat Kesiapsiagaan BNPB serta KBR berbincang tentang bagaimana penanggulangan bencana inklusif bagi OYPMK dan penyandang disabilitas.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya mitigasi dan penanganan bencana alam. Setiap orang bisa menjadi korban bencana alam termasuk penyandang disabilitas dan OYPMK. Meski BNPB sudah punya rencana mitigasi bagi kelompok disabilitas, namun dalam pelaksanaannya, hal ini tetap perlu pengawasan dari berbagai pihak.

Lalu, seperti apa mitigasi bagi kelompok penyandang disabilitas dan OYPMK? dan bagaimana pelaksanaannya di lapangan?

Kisah dari Mas Bejo yang tinggal di Jogja saat itu kembali mengingatkan pada kita semua bagaimana gempa Jogja saat itu terjadi. Tentu teman-teman ingat ya gempa Jogja yang terjadi beberapa tahun yang lalu? Gempa tersebut, terang mas Bejo juga sempat membuatnya syok, dan beruntung mas Bejo selamat dari maut setelah terlempar beberapa meter dari tempatnya berdiri ketika akan keluar rumah.

Gempa dahsyat di Bantul pada 2006, lokasi mas Bejo saat itu 1km dari pusat gempa. Hampir semua rumah di daerah mas Bejo saat itu hancur. Tentang pengetahuan soal bencana dan bagaimana persiapan menghadapi bencana saat itu mas Bejo masih belum tahu.

Karena tidak tahu, jadi larinya ngawur. Terang mas Bejo saat Live bersama KBR.

Tahun 2004 ada tsunami di Aceh. Gambaran tersebut terbayang saat kejadian di Bantul tersebut terjadi. Selama dua tahun (2004-2006) pintu rumah tidak pernah saya kunci (begitu kata Mas Bejo). Namun pada saat malam akan terjadi gempa 2006 di Bantul rumah ternyata dikunci.

Lalu saat saya di depan pintu, itulah goyangan tertinggi dan saya terlempar. Saya terlempar dan jatuh terguling-guling dan seperti diselamatkan, karena saya tidak sempat lari. Pada saat itu kami memang tidak punya pengetahuan soal SOP penyelamatan diri.

Mas Bejo ini adalah ketua Konsorsium PELITA yang berdiri pada 2016. Konsorsium PELITA menjadi wadah organisasi-organisasi yang peduli pada disabilitas dan orang dengan kusta. Kami hanya fokus pada “stigma negatif” tentang kusta negatif ini hilang. Isu tentang persiapan menghadapi bencana belum diangkat, bagaimana mitigasi oleh orang yang pernah mengalami kusta ini menghadapi bencana ini masih menjadi PR.

Disabilitas mungkin masih diterima oleh masyarakat, ditampung di satu tempat bersama orang normal lainnya juga tidak masalah. Namun bagaimana dengan OYPMK? Mungkin orang-orang tidak akan mau satu tenda dengan OYPMK. Stigma itu masih ada.

Kita menyadari bahwa selamat dari bencana itu termasuk rezeki. Jangankan yang disabilitas, bahkan orang yang tidak menyandang disabilitas pun juga punya kemungkinan untuk tidak selamat.

Dalam hal ini ada yang namanya Difabel Siaga Bencana sehingga sangat relate dengan 3 mandat yang dipegang oleh disabilitas dan OYPMK. Yakni pertolongan, partisipasi, dan perlindungan.

Bagaimana mendapatkan informasi soal mitigasi bencana? Teman-teman bisa mengakses hal tersebut di dalam komunitas, atau jika tidak, bisa dihubungi melalui perangkat desa atau yang dekat. Karena sudah pasti BNPB mensosialisasikan hal tersebut, tinggal kita mau mencari tahu atau tidak.

Sosialisasi tentang mitigasi bencana sudah disampaikan bahkan dari tingkat RW hingga provinsi. Mas Bejo menekankan bahwa penyandang disabilitas bisa tetap berdaya, karena mereka juga ingin berperan dalam penanggulangan bencana.

Menulis artikel ini ketika saya juga tengah mendapat kabar dari adik yang tinggal di Bandung, bahwa baru saja gempa dengan kekuatan kurang lebih 6 SR mengguncang Garut pada 3 Desember sore. Semoga semua baik-baik saja dan tidak ada korban yaa.. aamiin!

 

Referensi: 

Live Streaming KBR Penanggulangan Bencana Inklusif Bagi Disabilitas dan OYPMK

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)