Perempuan Peradaban episode 10 kali ini diceritakan oleh Ustadz Salim A Fillah dari tanah Jordan lho! Yuk simak siapa yang dimaksud dengan istri para syuhada ini.
Istri Para Syuhada, Kisah Atikah Binti Zaid
Nama lengkap beliau adalah Sayyidah Atikah binti Zaid bin Amir bin Nufail. Sebagaimana yang kita tahu Zaid bin Amir bin Nufail ini adalah paman dari Sayyidina Umar bin Khattab. Zaid di zaman jahiliyah dikenal sebagai seorang yang hanifiah.
Hanifiah yakni orang-orang yang tidak mau bersujud pada berhala. Tidak pernah mau memakan daging yang dipersembahkan untuk berhala, dan beliau senantiasa bertanya pada orang-orang :
“Jika alam semesta raya ini berjalan dengan begitu teraturnya, mana mungkin dia diatur oleh banyak Tuhan-Tuhan. Pasti dia hanya diatur oleh satu Tuhan.”
Zaid bin Amir bin Nufail ini senantiasa mempertahankan ajaran Nabiullah Ibrahim alaihissalam di tengah kota Mekkah yang hampir semua penduduknya menyembah berhala.
Sehingga beberapa ulama menggolongkan beliau termasuk ke dalam orang-orang Hanifiah, termasuk dalam golongan Waraqah bin Naufal, yakni seorang yang menganut agama Nasrani tapi Nasrani yang Hanifiah, yakni hanya menyembah pada Allah semata.
Zaid memiliki aqidah yang lurus, namun belum sempat berjumpa dengan Rasulullah setelah mendapatkan risalah atau wahyu. Insya Allah beliau akan menjadi ahli jannah karena beliau beriman sebelum diutusnya Rasulullah.
Zaid memiliki dua anak. Yang pertama yakni Said yang menikahi adik Sayyidina Umar bin Khattab, namanya Fatimah binti Al Khattab dan Said adalah termasuk ke dalam assabiqunal awwalun. Bahkan masuk Islamnya Sayyidina Umar bin Khattab melalui wasilah mereka berdua di rumahnya pada saat itu.
Melalui Said dan Atikah inilah kemudian Umar bin Khattab bersyahadat dan menemui Rasulullah lalu kemudian menjadi penguat agama Allah kala itu sebagaimana doa Rasulullah agar Islam diperkuat dengan Umar.
Sejak awal keluarga Zaid memang telah dikaruniai Allah dengan keimanan, hingga Atikah binti Zaid pun akhirnya masuk Islam.
Atikah saat itu dilamar oleh seorang sahabat yang mulia, yang merupakan putra dari seseorang yang istimewa pula, yakni Abdullah bin Abu Bakar As Siddiq. Lalu ketika mereka hijrah di Madinah, rumah tangga Atikah dan Abdullah ini menjadi rumah tangga yang membuat banyak orang iri.
Abdullah sangat mencintai Atikah, bahkan ketika itu diceritakan bahwa saking bucinnya Abdullah binti Abu Bakar As-Siddiq, langkahnya menuju masjid begitu lemah saking ia tidak mau meninggalkan istrinya barang sejenak. Begitu cinta dan sayangnya Abdullah pada Atikah hingga saat ada panggilan jihad pun ia tak mampu berangkat.
Keadaan yang semacam ini, cinta yang posesif, mengikat dan lemah ini membuat Abu Bakar As-Siddiq marah hingga berkata :
“Jika Atikah terus membuatmu seperti ini, maka demi Allah Atikah telah menjauhkanmu dari Allah, Atikah telah menjauhkanmu dari agama. Maka ceraikanlah Atikah ini.”
Hal ini menunjukkan bahwa hal tersebut bisa saja terjadi pada orang-orang yang kuat imannya. Bahkan orang yang kuat agamanya pun ketika salah menempatkan cinta, ia akan menjadi orang yang lemah dalam beribadah dan beriman pada Allah.
Pada akhirnya Abdullah menceraikan Atikah. Namun bukannya Abdullah berubah menjadi lebih baik dan lebih kuat, justru setelah perceraian Abdullah makin lemah, sering sakit-sakitan dan Atikah memohon pada Abu Bakar dan berjanji untuk mengubah Abdullah agar tidak lagi menjadi laki-laki yang lemah dan posesif.
Lalu Abu Bakar mengizinkan mereka untuk rujuk, dan betul Abdullah semakin semangat pergi ke masjid dan ia menjadi lelaki yang bersemangat dalam menjalankan perintah-perintah Allah dalam kebajikan dan ketaatan, sampai akhirnya Abdullah gugur dan syahid dalam peperangan.
Begitu besarnya pengaruh perempuan saat itu dalam membentuk tekad seorang laki-laki.
Pinangan dari Seseorang Yang Mulia pada Atikah Binti Zaid
Lalu setelah ditinggal Abdullah syahid dan habis masa iddahnya, Atikah mendapatkan pinangan dari seseorang yang mulia yakni Sayyidina Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu.
Meskipun Atikah adalah sepupu Umar, zaman dulu hal ini menjadi hal yang lazim. Atikah pun menyambut baik pinangan Sayyidina Umar bin Khattab kala itu saat menjadi khalifah. Atikah menjadi teman diskusi yang cerdas bagi Umar.
Atikah sering memberi masukan-masukan untuknya, hingga Umar kaget;
“Demi Allah sejak kapan perempuan-perempuan ini memahami urusan-urusan besar umat Islam?”
Lalu dijawab Atikah : “Tanya saja Rasulullah, apakah beliau tidak pernah mengajak musyawarah istrinya?”
Saat itu Umar pun bertanya pada Ummu Salamah yang diajak diskusi oleh Rasulullah tentang perjanjian Hudaibiyah, tentang bagaimana Rasulullah akhirnya memutuskan untuk menyembelih hewan sebagai bentuk rasa syukurnya setelah umroh dan juga bertahallul di depan para sahabat agar mereka semua mengikutinya. Semua itu atas nasihat Ummu Salamah.
Sehingga Umar bin Khattab pun akhirnya sering mendiskusikan banyak hal bersama dengan Atikah. Lalu pada satu masa, saat itu masa paceklik yang panjang dan banyak orang mengalami kelaparan. Sehingga Sayyidina Umar saat itu memakan roti dengan lemak. Hingga wajah beliau berubah dari putih kemerahan menjadi kehitaman.
Atikah selalu mendampingi Umar saat itu hingga beliau menyumbangkan perhiasannya untuk mengatasi paceklik kala itu.
Sayyidina Atikah pula yang mendampingi Umar bin Khattab menjemput syahidnya di Mihrab yang dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’luah Firauz yang dianggapnya sebagai penghancur negeri Persia.
Saat itu perut beliau robek sangat lebar, saking kuatnya Sayyidina Umar jika orang biasa ia tak akan bisa bertahan dalam kondisi seperti itu berhari-hari. Hingga dikatakan oleh Atikah saat itu;
“Ketika aku beri minum kepadanya air, maka air bersama darah keluar dari lukanya. Ketika aku berikan susu, maka susu dan darah keluar dari lukanya. Wahai Umar Demi Allah begitu berat penderitaanmu hingga harus merasakan hal seperti ini di akhir hayatmu.”
Umar mengatakan,
“Selama ia bisa berjumpa dengan kedua sahabatnya di surga, ia akan menahan penderitaannya ini.”
Saat itu Atikah bergantian menjaga Umar bin Khattab bersama dengan istri-istrinya. Namun di pangkuan Atikah lah kemudian Sayyidina Umar bin Khattab ini gugur syahid.
Atikah Binti Zaid Kembali Dilamar oleh Sahabat Yang Mulia
Sepeninggal Umar bin Khattab kemudian Atikah dilamar oleh sahabat Zubair bin Al Awwam. Saat itu beliau sudah mengetahui bahwa di antara keberkahan Atikah adalah ada kemungkinan suaminya nanti akan terbunuh sebagai syahid.
Maka mereka berumah tangga selama sekian waktu hingga Zubair juga gugur saat waq’atul jamal saat membela Ibunda Aisyah.
Saat itu yang memakamkan jasad Zubair adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan kala itu pula beliau melihat Atikah yang hidup penuh dengan keprihatinan. Hingga kemudian beliau berkata :
“Siapa yang ingin gugur dalam keadaan syahid maka menikahlah dengan Atikah, seorang perempuan yang penuh keberkahan dan semua suaminya gugur dalam perjuangan di jalan Allah.”
Setelah itu justru anak Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yakni Hussain bin Ali bin Abi Thalib melamar Atikah dan keduanya menjadi sepasang suami istri. Lalu sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib, saat itu Husain juga gugur dan syahid di waq’atul karbala.
Ini yang menjadi pembukti kebenaran bahwa siapapun yang menjadi suami Atikah akan ditinggikan derajatnya di sisi Allah dengan jalan syahid di jalan Allah.
Semoga artikel tentang Atikah binti Zaid ini bermanfaat dan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, aamiin.
Baca juga yuk kisah Perempuan Peradaban episode lainnya di sini.