Episode Perempuan Peradaban kali ini masih bersama Ustadz Salim A Fillah akan membahas tentang salah satu perempuan yang juga punya peran besar terhadap dakwah Islam di jazirah Arab. Yakni perempuan yang akrab disebut Ummu Aiman radhiallahu anha, seorang perempuan yang juga punya hubungan langsung dengan Rasulullah.
Siapakah Ummu Aiman?
Ummu Aiman memiliki nama asli Barakah binti Tsa’labah Al Habasyiah. Beliau memang berasal dari negeri Habasyah. Sebelum dikenal dengan kuniah (julukan untuk Ibu atau Ayah di zaman itu) Ummu Aiman, beliau biasanya dipanggil dengan namanya, Barakah.
Beliau juga dulunya seorang budak, dalam berbagai riwayat disebutkan beliau dibeli oleh Abdullah bin Abdul Muthalib, Ayahanda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian menjadi pelayan bagi Aminah binti Wahab, yakni istri Abdullah, ibunda Rasulullah.
Jadi beliau selalu mengikuti Sayyidah Aminah, termasuk setelah wafatnya suaminya. Hingga ketika Ibunda Aminah pergi membawa Rasulullah ke Yatsrib, Madinah untuk berziarah ke makam suaminya (ayahanda Rasulullah), Ummu Aiman juga menemaninya.
Sepulang Bunda Aminah dari ziarah ke makam suaminya, beliau jatuh sakit hingga akhirnya meninggal. Kemudian Ummu Aiman membawa Rasulullah pada kakeknya dengan perlindungan dan juga kasih sayang yang amat besar.
Begitu pun Rasulullah juga sangat menyayangi Ummu Aiman, hingga Rasulullah mengatakan, “Ummu Aiman adalah Ibuku setelah Ibuku.”
Karena sejak Rasulullah kecil Ummu Aiman lah yang menyiapkan segala kebutuhan beliau, memperhatikan beliau dan juga berkhidmat pada Rasulullah dengan kasih sayangnya. Sehingga tak heran Ummu Aiman sangat mengenal Rasulullah luar dalam. Bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa bercandanya Rasulullah dan Ummu Aiman ini bercandanya lepas, tidak jaim.
Saking dekatnya hubungan di antara mereka pernah suatu ketika Ummu Aiman ikut dalam perjalanan bersama Rasulullah dan istrinya, Ibunda Aisyah. Saat itu Rasulullah tengah minum air, lalu Ummu Aiman meminta air yang sedang diteguk Rasulullah hingga ibunda Aisyah menegur Ummu Aiman,
“Wahai Ummu Aiman, Rasulullah sedang minum, kenapa kamu memintanya?”
Namun Rasulullah justru memberikan minumannya pada Ummu Aiman. Namun kemudian Ummu Aiman tertawa, maksudnya ia hanya bercanda meminta minuman Rasulullah.
Pernikahan Ummu Aiman dan Ubaid bin Zaid
Setelah Rasulullah menikah dengan Sayyidina Khadijah, Rasulullah meminta Ummu Aiman untuk segera menikah. Karena Rasulullah sudah dewasa, sudah tidak perlu pengasuh lagi, dan juga sudah menikah.
Maka menikahlah Ummu Aiman dengan Ubaid bin Zaid. Lalu dengan pernikahannya Ubaid bin Zaid inilah mereka memiliki putra yang bernama Aiman bin Ubaid. Dari sinilah kuniah beliau hingga disebut sebagai Ummu Aiman.
Ada yang mengatakan bahwa saat Rasulullah menerima wahyu dan menjadi Nabi, Ubaid bin Zaid enggan untuk beriman. Sementara Ummu Aiman termasuk yang paling pertama beriman. Kemudian akhirnya mereka berpisah. Namun ada juga yang mengatakan bahwa saat itu setelah satu tahun pernikahan, suami Ummu Aiman, Ubaid bin Zaid meninggal dunia.
Pada akhirnya Ummu Aiman menjadi wanita janda yang membesarkan anak laki-lakinya sendirian.
Aiman bin Ubaid juga memiliki kontribusi besar bagi Islam, saat itu Aiman bin Ubaid syahid di perang Khaybar.
Pernikahan Ummu Aiman dan Zaid bin Haritsah
Lalu pada saat itu Rasulullah bersabda pada para sahabat :
Barangsiapa yang ingin menikahi seorang wanita dari kalangan ahli surga, maka nikahilah Ummu Aiman
Jadi Rasulullah menjaminkan bahwa Ummu Aiman adalah salah satu wanita yang dijamin min ahlil jannah atau salah satu penduduk surga.
Lalu saat itu akhirnya yang melamar adalah Zaid bin Haritsah yaitu seorang pria yang menjadi pelayannya Khadijah dan dihadiahkan pada Rasulullah. Namun karena begitu sayangnya Rasulullah pada beliau, akhirnya diangkat menjadi putra angkat Rasulullah.
Ada pun persoalan perbedaan usia, Ummu Aiman sendiri usianya jauh lebih tua dibandingkan Rasulullah. Sementara Zaid bin Haritsah ini usianya saat diangkat menjadi putra Rasulullah usianya masih belasan tahun.
Meskipun perbedaan usia antara Ummu Aiman dan Zaid bin Haritsah ini sangatlah besar namun Allah mengkaruniakan pada mereka rumah tangga yang penuh keberkahan dan juga kebaikan. Bahkan pernikahan mereka ini berlangsung sampai akhir hayat Zaid. Jadi pernikahan mereka berlangsung selama 16 tahun sebelum akhirnya Zaid gugur di perang Mu’tah.
Dari pernikahannya dengan Zaid, Ummu Aiman melahirkan seorang putra yang sangat luar biasa bernama Usamah bin Zaid radhiallahu anhu. Hal ini karena rumah tangga keduanya dibangun atas dasar ketaqwaan pada Allah.
Zaid juga sempat menikahi Zainab, salah satu bangsawan dari kabilah Quraisy. Namun pernikahan ini tidak bertahan lama. Pernikahan Zainab dan Zaid juga karena bentuk ketaatan Zaid dan juga Zainab pada Rasulullah. Banyak ulama yang menceritakan kemungkinan perceraian mereka karena ketidakcocokan dalam berbagai aspek. Zainab memiliki status sosial yang tinggi, adapun Zaid adalah bekas budak yang diangkat oleh Rasulullah menjadi anak.
Gagalnya pernikahan Zaid dan Zainab ini membatalkan hukum tentang adopsi anak yang dijelaskan dalam surat Al-Ahzab. Yakni dengan memerintahkan Rasulullah menikahi Zainab.
Maka dengan begitu hukum tentang adopsi anak yang nasabnya tidak bisa dinasabkan kepada Ayah angkat mematahkan hukum Jahiliyah. Termasuk juga membatalkan hak perwalian dan juga ahli waris. Bahwa anak angkat bukanlah mahram.
Adapun Ummu Aiman, tidak pernah ada satu keberatanpun dari beliau tentang peristiwa ini. Bahkan hubungan beliau dengan Ibunda Zainab juga sangat dekat.
Ummu Aiman juga menerima takdir Allah ketika Zaid gugur di perang Mu’tah. Beliau pun membesarkan Usamah menjadi pribadi yang sangat luar biasa. Bahkan menjelang wafatnya Rasulullah, Usamah diutus oleh Rasul untuk menjadi panglima perang dengan kekuatan 30.000 orang ke negeri Syam melawan Romawi. Saat itu usia Usamah masih 18 tahun.
Saat itu bahkan susunannya, ada Abu Bakar dan dan Umar bin Khattab dalam pasukannya Usamah. Hal ini menunjukkan betapa mulianya Usamah bin Zaid. Meskipun nantinya ketika Rasulullah wafat dan digantikan oleh Abu Bakar sebagai khalifah, Umar pun ditahan oleh Abu Bakar untuk mendampingi beliau mengurus umat Muslim di Madinah.
Keutamaan Keluarga Ummu Aiman di Sisi Rasulullah
Keutamaan Ummu Aiman dan keluarganya yang lainnya juga diceritakan dalam sebuah riwayat bahwa pada saat itu Umar bin Khattab membagikan tunjangan untuk panglima-panglima perang, termasuk Usamah bin Zaid dan Abdullah bin Umar (anak dari Umar bin Khattab sendiri).
Namun Abdullah bin Umar protes pada Ayahnya, kenapa Usamah mendapatkan 10ribu dirham sedangkan aku mendapatkan 8ribu dirham? Padahal kami sama-sama mengikuti Allah dan RasulNya, menjalankan seluruh perintahNya, juga mengikuti perang yang sama.
Umar menjawab sambil menangis bahwa beliau tahu Rasulullah lebih menyayangi Usamah dan Ayahnya, Zaid ketimbang Umar dan juga Abdullah bin Umar.
Sayyidina Umar bin Khattab tahu bahwa Usamah bin Zaid dan juga Ayahnya seperti bayang-bayang Rasulullah. Kemanapun Rasulullah pergi mereka berdua selalu ada, bahkan Usamah diangkat menjadi panglima perang dengan 30ribu pasukan saat itu. Maka jika Rasulullah seperti itu, persoalan selisih 2000 dirham pun tak menjadi masalah bagi kita.
Ummu Aiman dan Firasatnya yang Tajam
Begitu pun saat Rasulullah wafat, Abu Bakar dan juga Umar bin Khattab radhiallahu anhuma memutuskan untuk mengunjungi Ummu Aiman untuk meminta nasihat setelah kepergian Rasulullah. Saking beratnya beban yang dipikul oleh Abu Bakar beliau ingin mendapatkan nasihat dari Ummu Aiman.
Namun ketika Ummu Aiman didatangi oleh kedua sahabat Rasulullah tersebut beliau justru ditemui dalam kondisi menangis tersedu-sedu. Lalu kedua sahabat bertanya, “Apakah engkau menangisi Rasulullah ya Ummu Aiman? Sesungguhnya Rasulullah sudah berada di tempat terbaik di sisi Allah.”
Lalu Ummu Aiman menjawab;
Demi Allah aku tahu Rasulullah sudah berada di tempat yang terbaik di sisi Allah. Namun bukan itu yang aku tangisi. Yang aku tangisi adalah terputusnya wahyu, terputusnya hubungan kita semua dengan langit. Jika terjadi apa-apa di antara kita, Allah tidak akan langsung menegur, Allah tidak akan langsung memberi arahan, Allah tidak akan langsung membimbing kita seperti dulu saat ada Rasulullah
Ummu Aiman hidup sampai kekhalifahan Usman bin Affan. Ummu Aiman dikatakan wafat 10 hari setelah wafatnya Sayyidina Umar bin Khattab.
Saat Umar bin Khattab wafat, Ummu Aiman juga menangis. Lalu bertanyalah seorang sahabat;
“Wahai Ummu Aiman kenapa engkau menangis? Padahal saat Abu Bakar wafat dulu engkau tidak menangis.” Lalu Ummu Aiman menjawab :
Sesungguhnya Umar bin Khattab adalah pintu terakhir yang menjaga kaum Muslimin. Kalau Umar meninggal maka pintu akan jebol dan terbukalah fitnah-fitnah. Itu yang aku takutkan atas kaum Muslimin.
Hal tersebut dikatakan Ummu Aiman dengan firasat yang sangat jernih, tepat dan tajam. Sebagaimana sabda Rasulullah :
Takutlah kalian pada firasatnya orang beriman karena mereka mampu melihat dengan cahaya yang diberikan Allah padanya.
Perkataan Ummu Aiman ini terbukti karena sejak meninggalnya Umar bin Khattab terbukalah pintu-pintu fitnah yang luar biasa bahkan yang memecah belah kaum Muslimin.
Semoga Allah merahmati Ummu Aiman, seorang wanita yang hebat dalam mendampingi suaminya, membimbing dan mendidik anak-anaknya hingga menjadi pemuda yang tangguh dan disayangi Rasulullah, dan keduanya syahid di jalan Allah.
Semoga artikel ini bermanfaat! Simak kisah Perempuan Peradaban lainnya di sini ya!