Suara dari Hati: Tuli Mendongeng Menjembatani Mimpi dengan Isyarat Kasih

Kala mendengar riuhnya suara kehidupan, ada sekelompok individu yang memilih berkomunikasi dalam keheningan yang penuh makna, komunitas Tuli. Namun, keheningan ini seringkali diinterpretasikan sebagai keterbatasan, terutama dalam akses terhadap ilmu pengetahuan dan cerita, yang notabene didominasi oleh komunikasi lisan.

Di Jawa Timur, sebuah inisiatif unik mengubah stigma ini. Dipelopori oleh sosok inspiratif bernama Rizka Azaria, gerakan yang diberi nama Tuli Mendongeng ini hadir sebagai pencerah, membuktikan bahwa bahasa isyarat bukan sekadar alat komunikasi, melainkan wahana untuk menanamkan nilai moral, imajinasi, dan kearifan lokal.

Keberanian dan dedikasi Rizka Azaria dalam memberdayakan komunitas Tuli melalui literasi visual dan dongeng ini telah menarik perhatian nasional, mengantarnya menjadi salah satu penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2020, sebuah pengakuan atas dampak nyata yang ia ciptakan.

Hening yang Menghambat Akses

tuli mendongeng
Anggota komunitas Tuli Mendongeng, Malang, Jawa Timur. (source : Tempo)

Rizka Azaria, sebagai seorang pendidik dan pegiat komunitas, menyadari betul bahwa literasi untuk teman Tuli jauh lebih kompleks daripada sekadar membaca. Anak-anak Tuli seringkali kesulitan mengakses konten pendidikan dan cerita yang kaya imajinasi karena minimnya penerjemah bahasa isyarat, terutama di sekolah umum atau lingkungan keluarga.

Di Indonesia, terdapat dua sistem bahasa isyarat yang umum digunakan: Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang sering digunakan di sekolah formal, dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) yang lebih alami dan digunakan dalam komunikasi sehari-hari komunitas Tuli. Perbedaan ini saja sudah menimbulkan kebingungan dan menghambat pemahaman.

Menurut penelitian, penggunaan bahasa isyarat di dalam kelas memudahkan siswa tuli untuk lebih memahami konsep-konsep pembelajaran, serta membantu mereka dari ketinggalan dan mengembangkan kemampuan bahasa isyarat mereka. (Jurnal Sosialisasi, 2022).

Fakta ini menegaskan urgensi adanya metode penyampaian informasi yang visuospatial, bukan hanya lisan. Dan Rizka menemukan bahwa mendongeng adalah jawaban yang paling efektif.

Pada tahun 2019, komunitas Tuli Mendongeng ini merupakan hasil kegiatan liburan seminggu di Malang bersama teman. Pada liburan tersebut kita merasa bahwa kegiatan yang dilakukan kurang produktif sehingga terpikir bagaimana kita membuat suatu kegiatan dengan kelebihan masing-masing. Di lain sisi juga diberitahu bahwa teman-teman tuli yang lulus sarjana dari Universitas Brawijaya mengalami kendala dalam mencari pekerjaan dimana pada tahun tersebut masih kurangnya lowongan pekerjaan untuk disabilitas.

Berangkat dari hal tersebut kemudian dibuatlah pelatihan mendongeng untuk teman-teman yang tuli dimana setelah melakukan pelatihan tersebut dapat menjadi pendongeng di Sekolah Luar Biasa. Dari kegiatan tersebut mendapatkan antusiasme yang tinggi pada teman-teman tuli dan pendengar yang tuli sehingga terciptalah komunitas tuli mendongeng.

Tuli Mendongeng: Revolusi Literasi Visual

tuli mendongeng
salah satu kegiatan Tuli Mendongeng (source : instagram Tuli Mendongeng)

Tuli Mendongeng didirikan dengan filosofi sederhana namun mendalam: Setiap anak, termasuk anak Tuli, berhak menikmati dongeng dan kisah moral.

Rizka Azaria mengambil pendekatan dakwah dan pendidikan inklusif, menyesuaikan metode penyampaian pesan agama dan moral melalui pendongengan visual. Mendongeng bagi komunitas Tuli tidak hanya melibatkan tangan, tetapi juga seluruh tubuh: ekspresi wajah yang dramatis, gerakan tubuh yang energik, dan penggunaan visual (gambar, buku bergambar) yang menonjol.

Mekanisme Inovatif Tuli Mendongeng:

  • Penyampaian Bilingual: Mereka sering menggunakan kombinasi gerakan tangan BISINDO dan visual. Hal ini membantu menjembatani pemahaman dan memperkaya kosakata visual anak.
  • Materi yang Relevan: Cerita yang dibawakan mencakup kisah-kisah teladan Nabi, nilai-nilai luhur seperti berbakti kepada orang tua, menghargai perbedaan, dan semangat pantang menyerah.
  • Produksi Konten Inklusif: Tuli Mendongeng juga aktif memproduksi buku-buku dakwah atau cerita yang dilengkapi dengan panduan gerakan bahasa isyarat, memastikan materi tersebut dapat diakses mandiri oleh teman Tuli.

“Ketika kita memahami bahasa isyarat, kita memahami hati. Mari tingkatkan inklusi pada Hari Bahasa Isyarat Internasional.” — Sebuah kutipan yang mencerminkan esensi Tuli Mendongeng sebagai gerakan yang menyentuh hati.

Dampak Transformasi pada Anak Tuli

Tuli Mendongeng didirikan dengan filosofi sederhana namun mendalam: Setiap anak, termasuk anak Tuli, berhak menikmati dongeng dan kisah moral.

Rizka Azaria mengambil pendekatan dakwah dan pendidikan inklusif, menyesuaikan metode penyampaian pesan agama dan moral melalui pendongengan visual. Mendongeng bagi komunitas Tuli tidak hanya melibatkan tangan, tetapi juga seluruh tubuh: ekspresi wajah yang dramatis, gerakan tubuh yang energik, dan penggunaan visual (gambar, buku bergambar) yang menonjol.

komunitas Tuli Mendongeng
source : instagram Tuli Mendongeng

Dampak dari gerakan Tuli Mendongeng ini terasa luar biasa, bahkan melampaui kemampuan bahasa hingga memberikan beberapa dampak positif seperti :

  • Peningkatan Karakter Prososial: Penelitian menunjukkan bahwa mendongeng, baik melalui buku bergambar maupun media lainnya, secara signifikan meningkatkan karakter prososial anak usia dini, termasuk empati, kerja sama, dan sikap berbagi. Bagi anak Tuli, dongeng visual ini menjadi media yang kuat untuk memahami interaksi sosial dan konsekuensi moral.
  • Penguatan Identitas: Melalui kegiatan ini, anak-anak Tuli menemukan rasa diterima dan dihargai. Mereka tidak lagi merasa tertinggal dari teman dengar. Mereka bangga menggunakan bahasa isyarat mereka, yang menjadi bagian dari identitas budaya Tuli (Deaf Culture).
  • Literasi dan Kecerdasan Emosional: Mendongeng melatih anak berpikir kreatif, berimajinasi, dan memahami nilai-nilai luhur. Hal ini memuaskan kebutuhan akan imajinasi dan fantasi anak, serta meningkatkan kecerdasan linguistik dan kecerdasan emosional mereka.

Apresiasi Nasional dan Visi ke Depan

Prestasi Rizka Azaria dan Tuli Mendongeng mendapatkan pengakuan tertinggi dalam ajang SATU Indonesia Awards. Penghargaan ini bukan hanya pengakuan terhadap kegigihan Rizka, tetapi juga penegasan nasional bahwa pendidikan inklusif harus inovatif dan responsif terhadap kebutuhan budaya dan komunikasi komunitas Tuli.

Apresiasi ini menjadi modal bagi Rizka untuk memperluas jangkauan Tuli Mendongeng, tidak hanya di Jawa Timur, tetapi juga di seluruh Indonesia.

Visi ke depan dari Rizka adalah menjadikan bahasa isyarat sebagai bagian yang lebih terintegrasi dalam kurikulum pendidikan formal dan juga ruang-ruang publik. Ia berharap bahwa ke depannya, setiap anak Tuli dapat mengakses informasi, cerita, dan ilmu pengetahuan dengan mudah, setara dengan anak dengar.

“Bahasa adalah jembatan. Dengan memahami [Bahasa Isyarat], kita bisa menyusun strategi pendidikan yang lebih inklusif.” — Pernyataan dari peneliti di Lembaga riset nasional.

Rizka Azaria membuktikan bahwa keterbatasan pendengaran tidak pernah menjadi penghalang untuk menggapai impian, melainkan menjadi pemicu untuk menciptakan solusi yang lebih kreatif dan inklusif. Melalui bahasa isyarat, Rizka dan Tuli Mendongeng menyuarakan pesan cinta, harapan, dan kesetaraan untuk seluruh generasi Indonesia. Mereka telah menciptakan dunia yang tidak hanya didengar, tetapi juga dilihat dan dirasakan dengan hati.

Warisan Isyarat Kasih

Rizka Azaria membuktikan bahwa keterbatasan pendengaran tidak pernah menjadi penghalang untuk menggapai impian, melainkan menjadi pemicu untuk menciptakan solusi yang lebih kreatif dan inklusif. Melalui bahasa isyarat yang penuh ekspresi, Rizka dan Tuli Mendongeng menyuarakan pesan cinta, harapan, dan kesetaraan untuk seluruh generasi Indonesia.

Mereka telah menciptakan dunia yang tidak hanya didengar, tetapi juga dilihat dan dirasakan dengan hati, memastikan bahwa tidak ada lagi Bunga-Bunga kecil yang harus tumbuh tanpa dongeng.

Semoga artikel ini bermanfaat yaa! #APA2025-PLM

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)