Kisah Fatimah Binti Abdul Malik, Perempuan Peradaban dengan Rekor Pertalian Khalifah

Seri Perempuan Peradaban masih berlanjut~

Kali ini kita akan membahas tentang Fatimah binti Abdul Malik. Siapa sih sosok ini dan apa saja pelajaran yang bisa kita ambil dari perempuan peradaban yang satu ini? Simak yuk penjelasan dari Ustadz Salim A Fillah, masih dalam kisah-kisah Perempuan Peradaban.

Seorang Perempuan dengan Julukan Rekor Pertalian Khalifah

Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan bin Hakam bin Abil Asy Al Quraisyiyah Al Umawwiyah, beliau adalah perempuan Bani Umayyah yang mungkin memiliki rekor dalam sejarah dalam hal keterkaitan dengan Khalifah. Ada 12 khalifah yang menjadi mahram beliau.

Dua kakaknya, Al Walid bin Abdul Malik dan Sulaiman bin Abdul Malik juga Khalifah, suaminya Umar bin Abdul Aziz juga khalifah, juga dua adiknya, kakeknya, serta keponakan-keponakannya, yang mereka semua adalah khalifah di Bani Umayyah.

Beliau adalah putri kesayangan Abdul malik bin Marwan, seorang khalifah yang paling fakih. Beliau adalah khalifah yang paling mencintai ilmu, suka membicarakan hal-hal dari berbagai bidang ilmu dan juga persoalan-persoalan keagamaan.

Pada masa Abdul Malik bin Marwan juga berhasil menyatukan kembali perpecahan di tubuh umat Islam yang memiliki dua khalifah di Damaskus dan juga di Hijaz, persatuan kaum Muslimin pun terwujud kembali.

Pada masa Abdul Malik bin Marwan pula juga terjadi renovasi besar-besaran di masjid Nabawi, masjidil Haram dan juga masjidil Aqsha, di mana Jami’ Al Qibli yang bisa kita lihat saat ini adalah hasil dari pembangunan besar-besaran di masa Abdul Malik bin Marwan.

Kisah dari Fatimah binti Abdul Malik ini menarik. Beliau memiliki sepupu bernama Abdul Aziz bin Marwan yang sengaja dijauhkan dari kekhalifahan agar tidak terjadi perebutan kekuasaan, sehingga ditempatkan di Mesir.

Namun Qadarullah Abdul Aziz bin Marwan ini wafat di usia muda. Maka pada saat itu putra Abdul Aziz, yaitu Umar bin Abdul Aziz pindah ke Madinah untuk diasuh oleh paman jauhnya yang bernama Salim bin Abdullah bin Umar bin Khattab, yang terkenal sebagai salah satu di antara 7 fukoha’ di Madinah.

Umar bin Abdul Aziz ini kemudian diminta untuk menikahi Fatimah binti Abdul Malik. Meskipun sebenarnya Umar bin Abdul Aziz sebenarnya tidak mau menikah karena trauma masa lalu, dimana keluarganya disingkirkan dari kekhalifan, dia khawatir, keluarga pamannya ini seperti apa sih?

Bagi dia saat itu, pandangannya terhadap keluarga pamannya adalah keluarga yang jahat. Namun pamannya, Salim bin Abdullah mengatakan :

Berangkatlah kau ke Damaskus, mudah-mudahan ada kebaikan dalam pernikahanmu dengan sepupumu.

Lalu saat taaruf, Umar menyadari bahwa Fatimah adalah perempuan yang baik, cerdas, dan shalihah, hingga hatinya pun takluk dengan sifat dan adab dari Fatimah binti Abdul Malik.

Abdullah bin Marwan pun juga menyukai menantunya ini, karena ia tampak seperti seorang pemuda yang baik, tampilannya pun keren. Umar bin Abdul Aziz punya selera fashion yang sangat baik.

Anas bin Malik di Madinah pernah mengatakan:

Aku belum pernah melihat seseorang yang salatnya sangat mirip dengan Rasulullah selain Umar bin Abdul Aziz. Tetapi yang aku tidak suka darinya, pakaiannya terlalu mewah.

Salah satu yang paling terkenal juga ketika di Madinah dari Umar bin Abdul Aziz adalah gayanya ketika berjalan sangat gagah dan mempesona serta menarik perhatian para gadis-gadis di Madinah. Namun ketika ia berhijrah, ia berusaha mengubah gaya berjalannya karena takut menjadi angkuh, namun tetap saja ia gagal. Karena memang gaya jalannya seperti itu, mengalir dari dalam dirinya darah bangsawan.

Hingga Umar bin Abdul Aziz pernah menangis dan mengatakan : “Ya Allah ampuni aku jika gaya berjalanku ini adalah termasuk gaya berjalan yang sombong.”

Ketika Umar bin Abdul Aziz menikah dengan Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan, beliau ini sangat dibenci oleh sepupu-sepupu perempuannya yang lain dari Bani Umayyah karena beruntung sekali mendapat suami Umar bin Abdul Aziz yang salih, baik dan juga berasal dari kalangan bangsawan.

Rumah tangga mereka sangat damai dan bahagia, bahkan mereka kemudian ditempatkan di Dabiq yang di dalamnya ada istana musim panas yang sangat mewah. Namun tidak lama, Umar bin Abdul Aziz ditempatkan di Madinah sebagai gubernur.

Ketika masa pemerintahan kakak iparnya, ia dipaksa untuk menghukum seorang ulama yang kritis terhadap Pemerintah. Umar bin Abdul Aziz dipaksa untuk menegur ulama tersebut dengan cara; saat di musim dingin, ulama tersebut diikat tangannya lalu di atas kepalanya diletakkan es balok. Hingga ulama tersebut akhirnya meninggal.

Sepanjang hidupnya Umar bin Abdul Aziz tidak pernah alpa setiap salat beristighfar tentang hal ini. Ia merasa sangat bersalah karena ia lah yang menyebabkan ulama ini terbunuh. Lalu Umar bin Abdul Aziz berdoa:

Ya Allah kalau aku hanya menjadi gubernur seperti ini, harus tunduk dengan perintah atasan seperti ini, ternyata aku menjadi tangan kezaliman bagi mereka yang di atas. 

Umar bin Abdul Aziz berdoa agar Allah menjadikannya Amirul Mukminin. Hingga akhirnya ia ditarik ke Damaskus, dipecat dari jabatannya. Jadi setelah beberapa tahun memimpin Madinah, ia dipecat oleh kakak iparnya sendiri, Walid bin Abdul Malik.

Siapa yang mengusulkan pemecatan itu? Yaitu Al Hajjad bin Yusuf, gubernur Irak. Karena setiap Al Hajjad naik haji, ia tidak boleh melewati Madinah oleh Umar bin Abdul Aziz. Kata Umar bin Abdul Aziz : “Kalau di akhirat nanti kita disuruh membawa orang jahat masing-masing dari kita, lalu kita dari Bani Umayyah membawa Al Hajjad maka semua akan kalah oleh kejahatannya Al Hajjad.”

Oleh karena itulah Al Hajjad mengusulkan agar Umar bin Abdul Aziz ditarik kembali ke Damaskus. Menjadi keluarga kerajaan tanpa jabatan.

Fatimah binti Abdul Malik

Beberapa waktu berlalu, Al Hajjad meninggal setelah menghukum seorang ulama besar, dan Umar bin Abdul Aziz pun sujud syukur saat itu. Hingga tak berapa lama, khalifah Walid bin Abdul Malik juga meninggal, lalu digantikan oleh adiknya, Sulaiman.

Begitu Sulaiman bin Abdul Malik naik tahta inilah, Umar bin Abdul Aziz dijadikan penasihat khalifah. Dalam masa jabatannya, Umar bin Abdul Aziz memberikan nasihat-nasihat agar pemerintahannya ini selalu berpihak pada rakyat. Namun dalam kurun waktu tersebut, hanya sekitar 50% saja nasihat-nasihat dari Umar bin Abdul Aziz yang bisa dieksekusi. Karena masih terhalang dengan pejabat-pejabat yang sulit dikendalikan.

Beberapa kali Umar bin Abdul Aziz pulang dengan kecewa, Fatimah lah yang menghibur dan menguatkan suaminya.

Sulaiman bin Abdul Malik adalah seorang pemimpin yang hobi makan. Sampai pernah diceritakan bahwa ketika makan malam, beliau pernah menghabiskan 200 butir telur burung dalam sekali makan. Sehingga hobinya inilah yang menyebabkan tubuhnya menjadi gemuk dan tidak sehat.

Hingga dalam waktu pemerintahannya yang singkat itu, beliau jatuh sakit, dan ketika sakaratul maut beliau memanggil Raja bin Haywah, seorang ulama besar saat itu yang sering menjadi penasihat agama beliau. Sulaiman juga memanggil putranya yang masih kecil, masih kedodoran mengenakan jubah kerajaan juga tidak mampu memikul pedang.

Sulaiman berkata; “betapa bahagianya orang-orang yang meninggal dan anaknya sudah besar.”

Lalu Raja bin Haywah menjawab; “Wahai amirul mukminin, orang yang paling berbahagia adalah yang beriman dan bertaqwa. Jika engkau ingin hisab di akhirat kelak ringan, maka tunjuklah penerusmu bukan putramu, tapi orang-orang yang salih dan bertaqwa.”

“Lalu siapa?”

“Adikmu, adik iparmu.”

“Tapi kalau aku menunjuknya sebagai penerusku, maka adik-adik kandungku lainnya akan protes. Mereka punya angkatan perang, itu bisa mengacaukan negara.”

“Bagaimana kalau engkau menunjuknya berurutan? Kau tunjuk Umar bin Abdul Aziz, kalau Umar meninggal digantikan Yazid, dan kalau Yazid meninggal digantikan Hisyam.”

Lalu ditulislah wasiat seperti itu. Hingga akhirnya Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah yang dibaiat di masjid Jami’ Umawi di Damaskus.

Umar bin Abdul Aziz sempat menolaknya dan menginginkan rakyat untuk memilih orang yang lebih kompeten selain dirinya untuk menjadi khalifah. Namun justru rakyat secara aklamasi memilih beliau.

Umar bin Abdul Aziz juga mengurus jenazah Sulaiman sampai tuntas dan kelelahan. Ia menemui anak dan istrinya. Anak yang dinamakan Abdul Malik seperti nama kakeknya.

Abdul Malik mengingatkan ayahnya ketika beristirahat; “kalau Ayah lelah mengurus paman Sulaiman lalu beristirahat sekarang, kapan Ayah mengurus kaum Muslimin? Mengembalikan hak-hak mereka yang diambil, menghukum pejabat-pejabat yang korup dan kejam, kapan Ayah akan melakukan itu? Apakah Ayah bisa menjamin kalau Ayah tidur sekarang, apakah Ayah besok bisa melakukannya?”

Umar bin Abdul Aziz kaget mendengar hal itu dari anaknya. Ia bergegas bangun dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan padaku seorang anak yang membantuku bertaqwa pada Allah.”

Maka di hari-harinya ia bekerja dengan keras didampingi oleh Fatimah, istrinya, yang telah membesarkan seorang anak laki-laki yang salih.

Suatu malam ketika Umar dan Fatimah berbincang di atas ranjang, Umar melihat Fatimah mengenakan kalung yang sangat indah. Ada mata berlian di sana dengan hiasan yang sangat cantik. Lalu Umar bertanya, masih ingatkah ia darimana kalung itu didapat?

Fatimah pun menjawab. “kalung ini hadiah dari Ayahku untuk pernikahan kita.”

Lalu Umar bin Abdul Aziz berkata; “Demi Allah aku tidak bisa hidup dengan kalung ini. Karena pada masa pemerintahan Ayahmu, kita tahu bahwa banyak kaum muslimin yang hidup dalam kondisi miskin dan terdzalimi, diambil haknya dan semua miliknya. Apakah engkau ridha wahai Fatimah jika kalung ini kita berikan ke baitul maal untuk membantu kaum Muslimin?”

Lalu Fatimah pun setuju, dan dibawalah kalung itu ke Baitul Maal.

Bahkan ketika Yazid menjadi khalifah dan mengembalikan kalung itu pada kakaknya, Fatimah tetap tidak mau menerima kalung itu.

Ia teguh bersama prinsip suaminya, Umar bin Abdul Aziz untuk hidup zuhud dan sederhana bahkan ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah.

Rumah Tangga Khalifah Juga Diuji

Tidak hanya kita, bahkan khalifah juga tidak luput dari ujian “perempuan”. Suatu ketika Umar menyadari istrinya memiliki budak yang sangat cantik, dan ia memberanikan diri untuk izin kepada Fatimah agar bisa menikahi budak tersebut. Namun Fatimah menolaknya dan mengatakan bahwa sampai mati, ia hanya ingin menjadi sepasang suami istri bersama Umar saja.

Umar pun akhirnya tidak jadi menikahi budak tersebut. Umar terus bekerja keras siang malam tanpa memperhatikan kondisi tubuhnya, hingga suatu ketika tubuhnya lemah dan kondisi kesehatannya menurun. Fatimah mengkhawatirkan kondisi kesehatannya tersebut, dan ia ingin memberi hadiah pada suaminya agar ia kembali bersemangat.

Namun justru ketika Fatimah membawa budak wanita tersebut untuk dinikahi Umar, budak tersebut dinikahkan dengan pemuda salih lainnya. Lalu, sang budak pun bertanya, apakah Umar tidak lagi menyukainya?

Umar menjawab: “Aku masih menyukaimu, bahkan perasaan itu makin dalam. Namun aku tidak ingin membebanimu dengan kehidupan seorang khalifah. Aku juga tidak yakin kau sanggup menjalani kehidupan zuhud seperti yang kulakukan dengan Fatimah.”

Karena Umar bin Abdul Aziz saat itu memang tidak mau hidup di istana, ia tinggal bersama Fatimah di sebuah rumah yang nyaris seperti gubuk, dan jadi rumah paling jelek di Damaskus. Mereka juga tinggal dengan makanan seadanya. Bahkan Umar bin Abdul Aziz sering hanya menyantap roti dan minyak.

Bahkan lampunya hanya menyala untuk urusan-urusan kenegaraan.

Selama 2,5 tahun menjadi khalifah, kesehatan Umar bin Abdul Aziz menurun drastis. Fatimah seringkali membujuk Umar untuk memperbaiki hidupnya dengan hidup yang lebih layak. Namun Umar menolaknya karena kondisi umat Muslim saat itu memang masih banyak yang masih memprihatinkan, dan ia takut akan hisab Allah tentang kondisi rakyatnya itu.

Bahkan Fatimah berkata; “Demi Allah aku tidak pernah menjumpai orang yang sebegitu takutnya kepada Allah kecuali suamiku, Umar bin Abdul Aziz.”

Tidak pernah dibacakan di hadapannya satu ayat AlQuran tentang pemimpin, satu ayat tentang tanggung jawab, satu ayat Al-Quran tentang surga dan neraka juga siksa kubur, kecuali dia akan menggigil seperti burung dilanda badai, kemudian ia ambruk dan menangis.

Fatimah juga kehilangan putranya, Abdul Malik, yang juga mewarisi sifat kakek canggahnya, di mana setiap malam ia ronda di kota Damaskus untuk membantu ayahnya.

Ketika Umar bin Abdul Aziz sakit dan sudah sakaratul maut, duduk di sampingnya Umayyah dan Maslamah (adik paling bungsunya Fatimah, seorang pangeran Bani Umayyah yang kaya raya namun tidak mau jadi pemimpin). Ketika ia menghitung harta Umar, ia mengatakan bahwa setiap anak perempuan Umar hanya mendapatkan masing-masing 8 dirham saja, hingga Maslamah mengatakan;

“Wahai Amirul mukminin, kasihanilah keluargamu. Wasiatkan anak-anakmu kepadaku, aku ini pangeran Bani Umayyah yang paling kaya. Kamu lihat khalifah-khalifah sebelum kamu, anak-anaknya saja masing-masing mendapatkan 40juta dinar.”

Wahai Maslamah, sesungguhnya aku telah menitipkan mereka pada yang lebih kaya daripada Engkau, yaitu Allah. Adapun engkau, lebih baik kau memikirkan dirimu sendiri bagaimana hartamu dihisab nanti, bagaimana engkau mendapatkannya dan bagaimana engkau menghabiskannya.”

Sampai akhir hayat pun Umar bin Abdul Aziz masih seperti itu dan Fatimah mendampinginya dengan setia.

Fatimah Menjadi Rujukan Nasihat Untuk Para Khalifah Setelah Umar bin Abdul Aziz Wafat

fatimah binti abdul malik

Karena kecerdasan Fatimah dan semua orang mengakui bahwa kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz adalah kepemimpinan yang terbaik di masa Bani Umayyah. Khususnya di masa kepemimpinan Hisyam, beliau banyak meminta pertimbangan kepada Fatimah dalam setiap perkara kerajaan yang dihadapi.

Itulah Fatimah, seorang wanita agung dari Bani Umayyah yang memegang rekor menjadi cucu, putri, bibi, dan adik para khalifah. Fatimah memegang peran yang luar biasa sejak mendampingi khalifah terbaik yaitu Umar bin Abdul Aziz yang memerintah dengan adil dan keberkahan meluas di seluruh daerah yang dipimpinnya. Tidak ada yang mau menerima zakat, keberkahan melimpah sampai serigala pun tak mau memakan domba-domba. Hingga akhirnya Fatimah menjadi penasihat di kepemimpinan berikutnya.

Inilah support perempuan yang luar biasa untuk khalifah yang agung. Fatimah binti Abdul Malik.

Semoga kita semua bisa meneladani beliau dan menjadi perempuan-perempuan peradaban untuk masa depan yang gemilang.

Baca juga kisah Perempuan Peradaban lainnya di sini yuk!

 

 

 

 

 

 

 

1 thought on “Kisah Fatimah Binti Abdul Malik, Perempuan Peradaban dengan Rekor Pertalian Khalifah”

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)