Akhir-akhir ini pasti teman-teman sering banget nih denger roket Al-Yassin, roket Al-Yassin, rudal Al-Yassin, dan lain sebagainya dengan nama “Yassin”. Sebenarnya, ada apa di balik “Yassin” ini? Apa hubungannya dengan kebangkitan umat Islam di Palestina saat ini? Bahkan di dunia yang sedang “hangat” dengan fakta kependudukan Zionis Israel di Palestina?
Kisah ini saya tuliskan kembali dari akun instagram Risalah Amar dan juga ustadz Salim A. Fillah. Kelak semoga tulisan ini tetap abadi, tetap bisa terbaca oleh anak cucu saya, in case instagram dua narasumber yang saya gunakan tersebut sudah tidak bisa diakses karena cyber war misalnya? Semoga artikel ini bisa membantu menuntaskan rasa penasaran teman-teman di balik sebuah nama-nama senjata yang diluncurkan Hms untuk musuhnya.
Sengaja saya singkat Hms yang artinya Hamas ya teman-teman. Sedangkan Yassin, saya singkat Yssn. Semoga bisa dipahami yaa!
Penjelasan dari Risalah Amar tentang Sumber yang Kredibel Terkait Hms dan Israel Saat Ini
Sebelum bercerita soal Syaikh Yssn, perlu diketahui bahwa pengetahuan soal Syaikh Yssn ini sudah bukan rahasia lagi, terlebih di kalangan pejuang Muslimin di Gaza. Adapun fakta-fakta lebih terperinci dari Risalah Amar diambil dari akun-akun telegram warga Palestina yang tinggal di Gaza maupun di Tepi Barat (dekat dengan Sungai Yordan).
Sesungguhnya warga Palestina sendiri saling klarifikasi dan memberikan notes atas sebuah info: nama-nama syuhada, lokasi serangan dan juga suasana sekitar yang diupdate dalam Bahasa Arab. Selain itu juga ada channel-channel khusus sebagai kontributor media yang selalu mengikuti kemana tentara pergi, dan mereka ini jadi saksi mata. Sisanya diambil dari media lokal Israel seperti Maariv, Walla, dan Yedioth Ahronoth yang menggunakan bahasa Ibrani.
Yaudah yuk langsung saja kita bahas Syaikh Yssn yang mampu membangunkan “tidurnya” kaum Muslimin saat ini.
Kisah Syaikh Yssn di Atas Kursi Roda
Syaikh Yssn adalah sang pendiri Hms.
Hampir tujuh puluh tahun lalu, perempuan ini menunggu di rumahnya. Sebab keluarganya menerima lamaran seorang pemuda. Ia pandangi sebentar kursi roda yang masuk itu.
Ya, itulah ia sang pemuda yang ia terima lamarannya. Lumpuh, tak bisa berjalan. Namun pernikahan mereka tetap berlangsung. Mereka menikah ketika desa mereka baru saja dihancurkan oleh Israel, Gaza, 1958.
Perempuan muda itu tak akan pernah mengira, pernikahannya akan menjadi pernikahan paling berbahaya bagi Israel.
Pria lumpuh itu, suaminya, tak akan pernah ia duga akan menjadi pria paling berbahaya bagi penjajah. Keluarga kecil itu, mengikuti majelis taklim, yang selalu mengabarkan kemenangan Islam. Semangat jihad, membara, meskipun suaminya di atas kursi roda.
Waktu berlalu, penjajahan itu semakin dalam dan menyakitkan. Israel membuat Absentee Property Law; yakni jika mereka mengungsi keluar Palestina, maka tanahnya menjadi milik Israel. Maka tak heran jika dunia mengatakan bahwa Palestina adalah penjara terbesar di dunia.
Banyak ahli waris maupun kerabat yang tiba-tiba tanahnya dirampas, lalu ditembaki. Pria kursi roda kita pun marah!
Ia berseru pada semua orang untuk melawan dan membentuk Majma’ Islami. Gerakan sosial untuk mengadvokasi secara hukum tanah yang dirampas.
Lalu gerakan ini menjadi cepat besar. Ribuan laporan penyerobotan tanah segera datang, dan pria berkursi roda ini mampu menggalang kekuatan para pengacara untuk membela rakyat.
Gerakan tersebut kemudian melebar tak hanya soal tanah, tapi juga soal makanan, masjid, sampai masalah remeh temeh rumah tangga yang diadukan orang padanya. Ia menyelesaikan semuanya, dari atas kursi roda.
Lama kelamaan penjajahan semakin berani. Apartemen terus berdiri di atas tanah rakyat Palestina. Dari atas kursi roda, ia tahu bahwa Israel menganggap rakyat Palestina hanya serangga yang tak bisa melawan.
Ia sudah memutuskan, tahun itu perjuangan bersenjata harus dilakukan. Para petinggi militer yang tersisa di gaza, dikumpulkan. Hari itu berdirilah pasukan militer pertama rakyat Gaza: Murabithun ‘Alal Ardhul Isra. Artinya Para Penjaga Garis Depan Bumi Isra.
Nama yang menggetarkan dan perlawanan bersenjata, dimulai dari pria ini dari atas kursi roda.
Dimana-mana, para penjajag menemui perlawanan. Tapi di masa-masa awal, gerakan ini mudah ditekan. Semakin banyak kelompok bergabung dan dibentuklah gerakan baru yang lebih kuat dan lebih besar, yakni Harakah Al-Muqawwamah Al-Islamiyah dengan kata sandi HMS.
Sang istri yang mendampingi pria lumpuh kita ini, tidak akan menyangka rumahnya akan jadi pusat gerakan menumbangkan kezaliman. Tamu-tamu dan para prajurit datang ke rumah itu siang dan malam. Rapat-rapat itu bermuara pada satu keputusan: Serangan Semesta harus dilakukan.
Kemarahan rakyat, kematian, perebutan tanah, semuanya harus dibalas dan dicetuskanlah serangan itu, Intifadah 1987!
Inilah, bagian pertama kisah ini. Mungkin kita mengira kisah ini adalah sebuah biografi dari seorang pria yang gagah dan tegap jalannya.
Istrinya, yang atas izin Allah menjadi penguat dakwah, menjadi tubuh kedua suaminya, yang mengantar dan merawat suaminya itu dalam perjuangan.
Syaikh Yssn Diejek Kala Mendobrak Kebangkitan Islam di Palestina dengan Cara Menghafal al-Quran
Banyaknya fitnah pada HMS menjadikan saya mengorek-ngorek banyak sumber, bagaimana sebenarnya HMS itu?
Lalu menemukan seorang saksi hidup yang sudah pernah kesana dan berjumpa dengan salah satu anggota HMS. Ustadz Salim A Fillah.
Hari itu beliau bergabung duduk di masjid di Gaza (saat ini sudah dibom dan runtuh) setelah Duhur akhir Desember 2012. Bersama relawan rombongan Indonesia Ustadz Salim bergabung di sebuah halaqah Al-Quran yang dibimbing langsung oleh seorang Doktor ‘Ulumul Quran lulusan Universitas Damaskus.
Tentu saja hal itu tidak aneh lagi, karena ternyata kebanyakan Imam dan Muadzin di Gaza berpendidikan tinggi dari universitas ternama. Di seluruh Gaza, ba’da Subuh menjadi waktu Al-Quran untuk para Bapak. Ibu-ibu dan remaja putri setelah Ashar. Adapun anak-anak dan remaja putra setelah Maghrib dan Isya’.
Setiap waktu begitu syahdu dengan Quran. Bahkan di Rumah Sakit sampai mall disediakan tempat untuk menyetor hafalan yang dilayani para Hafizh Relawan.
Bergiliran saat itu seluruh peserta yang hadir membaca Al-Quran, sesekali dibetulkan oleh Syakih, dan sesekali beliau menjeda untuk menjelaskan maksud ayat. Lalu di akhir halaqah ada seorang pedagang ikan di pasar berpesan:
Belajarlah dari kami. Berpuluh tahun kami terjajah. Lalu berusaha melawan, tanpa melibatkan Allah. Maka kami patah. Ada yang mencari kemuliaan dengan senjatanya, dengan uangnya, dengan koneksinya atau dengan jabatannya. Tapi Allah hinakan kami semua, karena kami meninggalkanNya.
Lalu di akhir tahun 1980-an, orang tua yang lumpuh itu, Syaikh Ahmad Yssn mengajak kami membaca Al-Quran. Menghafal sedikit demi sedikit. Mengkaji Sirah dan Sunnah Nabi. Mengamalkan sedikit-sedikit. Shalat berjamaah dan meramaikan masjid.
Beliau ditertawakan para pejuang lain,
“Hei Syaikh, katanya mau membebaskan Masjidil Aqsha? Katanya mau memerdekakan Palestina? Lha kok cuma baca Quran! Lha kok cuma shalat dan wiridan? Ya ngga bisa. Ayo sini, pegang senapan kayak kami.” Mereka mengatakan itu sambil mengejek fisik Syaikh Ahmad Yssn.
Tapi lihatlah sekarang, anak-anak yang dulu mengaji kepada Syaikh Ahmad Yssn menjadi para pejuang raksasa yang ditakuti penjajah Israel. Seperti dr. Rantisi (rahimahulllah), Khalid Misy’ai, Ismail haniya, Fauzi Barhoum, Musa Abu Marzuq dan lain-lain.
Mereka meneruskan pembinaan Qurani itu pada generasi adik-adik mereka, dan anak-anak mereka. Saat itulah kita akan mengerti bahwa generasi perlawanan Abu ‘Ubaidah yang kini fansnya dimana-mana itu lahir melalui tarbiyah Al-Quran yang diasaskan si lelaki di atas kursi roda dan terus dijaga istikamah oleh HMS.
Intifadhah yang diteriakkan Syaikh kita, dari atas kursi roda berhasil menggentarkan Israel. Bahkan ulama-ulama di seluruh dunia memujinya. Syaikh Ibnu Baz menegaskan, bahwa itu adalah jihad difa’, mempertahankan agama, tanah air Islam, dan keluarga. Wajib hukumnya.
Sejak saat itulah nama HMS bergema ke seluruh dunia. Orang-orang ramai menamai anaknya dengan nama Syaikh Yssn atau HMS.
Perlawanan terus berjalan, dan karena program sosial serta pendidikan HMS tersebut, HMS semakin dicintai oleh masyarakat. Syaikh Yssn dan istrinya mendapatkan beberapa anak, dan anak-anak tersebut tumbuh dewasa dengan sangat baik.
21 Maret 2004, Syaikh Yssn merasakan sesuatu dari kursi rodanya. Ia memandang jauh, seakan para pembebas tanah ini memanggilnya: Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Shalahuddin, Izzuddin al-Qassam..
Hari itu ia kumpulkan semua pengurus HMS, ia tegaskan pelayanan sosial harus terus dilanjutkan. Karakter Muslim: hafal 30 juz, salat malam, dan banyak lain dia tekankan.
Lalu malam pun datang, ia meminta beritikaf di masjid Majma Islami, di kantornya, dan tidak pulang.
Sebelumnya ia kumpulkan semua anaknya. Uraian panjangnya begitu memukau, dan anggota keluarganya itu menangis. Sementara di jendela, beberapa orang yang tak dikenal berdiri di jalan, memandang ke dalam.
Sementara suaminya di masjid, istrinya di rumah. Suaminya dengan jelas berkata, waktu kematiannya sebentar lagi. Lalu di atas rumah deru helikopter tak pernah sepi beberapa hari ini. Anak lelaki dan menantunya ia pesankan untjuk menjaga dengan baik keluarganya.
Malam berlalu, azan Subuh berkumandang membangunkan seluruh penghuni Gaza dari tidurnya. Waktu Sahur, pria berkursi roda ini hanya meminta segelas air putih. Ia ingin berpuasa. Ia yakin, deru helikopter itu ditumpangi malaikat penjemputnya.
Salat Subuh dilakukan, setelahnya para pemuda menawarkan membakar ban dan sampah untuk menghalangi pandangan helikopter. Tapi ia menolak. Satu juz ia tuntaskan baca. Kursi rodanya bergulir keluar masjid, tepat saat bidikan roket siap ditekan dan meluncur.
22 Maret 2004, ketika dunia menyaksikan. Butuh tiga helikopter bersenjata lengkap untuk membunuh pria yang duduk di atas kursi roda. Dunia menyaksikan Pria Terkuat di Dunia! Yang butuh peluru kendali untuk membunuhnya saat ia hanya duduk tanpa senjata.
Pria ini adalah Syaikh Ahmad Yssn, pendiri HMS, yang kelak hari ini menghancurkan kota-kota Yahudi!
Sangat sulit untuk bisa bergabung bersama dengan pasukan gagah berani ini. Kesaksian para dai, aktivis, hingga ulama mengatakan bahwa untuk bergabung dengan mereka harus mendapatkan rekomendasi Imam Masjid bahwa mereka salat Subuh di belakang Imam 40 kali, harus hafal 30 Juz untuk ditempatkan di garis depan, dan banyak amalan lainnya.
(@risalah_amar)
Epilog
Butuh waktu 18 tahun untuk Rasulullaah memberikan penjelasan dan pelajaran pada para sahabat tentang Masjidil Aqsha. Kiblat kaum Muslimin saat itu. Lalu dua tahun untuk penyesuaian dan dua tahun memantapkan arah untuk jihad fi sabilillah. Adapun dakwah Rasulullah sepanjang 22 tahun tersebut butuh lebih dari 60% waktunya dalam berdakwah untuk memperbaiki “pola pikir” umat Muslim saat itu.
Karena Rasulullah sadar kita tidak akan pernah menang jika pola pikir tidak diperbaiki. Sebagaimana Syaikh Yssn percaya bahwa pendidikan yang selama ini beliau tanamkan pada murid-muridnya adalah 60% jawaban dari pertanyaan Apa dan Bagaimana di masa depan. Kalau kita sudah bisa menjawab “Mengapa”, maka persoalan lain akan lebih mudah untuk dipahami dan dijawab.
Sehingga tak heran jika Syaikh Yssn mengajarkan Al-Quran dan Sunnah selama itu sebelum “menyiapkan” jihad fi sabilillah yang saat ini diteruskan oleh para murid-muridnya yang tangguh dan ditakuti oleh musuh.
Apa yang bisa kita lakukan di Indonesia? Doa dan perbaiki pola pikir. Selama kita belum bisa seperti prajurit Al-Qassam, salat Subuh masih telat, salat malam bolong-bolong, ngaji Quran sesempetnya, apa yang bisa diharapkan dari itu? Bisakah umat Islam bersatu dengan kondisinya yang sekarang?
Selain doa tentu saja saya mendukung tindakan boikot terhadap produk-produk Israel, meskipun seluruh dunia sudah dikuasai oleh mereka. Teknologi, senjata, ilmu sains, ilmu sosial, bahkan pembelokan sejarah. Sehingga tidak mungkin kita bisa terlepas dari teknologi yang mereka ciptakan. Mau bersaing? Yuk perbaiki pola pikir dulu.
Butuh waktu lama memang, namun ingatlah bahwa kita akan berperang melawan Yahudi ketika dunia sudah benar-benar habis energinya, tidak ada teknologi yang bisa diandalkan. Kita akan kembali berperang dengan batu dan bambu runcing. Saat itulah kita akan terlepas dari belenggu kekuasaan Zionis Israel dan bisa berperang secara adil.
masyaallah mbak makasih ceritanya, super sekali