Revitalisasi Rinding Sebagai Warisan Budaya

Konon, seorang Dewi yang melambangkan kemakmuran serta kesuburan sangat suka dengan satu alat musik yang dimainkan oleh rakyatnya. Ketika hasil panen musim itu sangat baik dan melimpah, rakyat akan mengarak hasil bumi sambil bersuka cita dengan memainkan satu alat musik bernama rinding.

Suaranya khas, hingga saya tak pandai mengungkapkannya dalam bentuk kata-kata. Siapa sangka, ternyata alat musik yang disukai oleh sang Dewi bernama Dewi Sri tersebut ternyata sudah menyebar di seluruh penjuru Nusantara. Mulai dari bagian timur pulau Jawa hingga barat. Lalu rinding juga ditemukan di pulau Sumatra, Bali, dan juga Lombok.

Tak banyak orang yang tahu jenis alat musik rinding yang sudah menjadi ikon Dewi Sri ini. Sehingga di antara kita pun mungkin tak menyadari betapa istimewanya warisan budaya yang kita miliki. Rinding yang menjadi salah satu alat musik ikonik dan sangat jarang dimainkan akhir-akhir ini membuat salah satu warga Kabupaten Malang ingin menunjukkan kembali pesona rinding pada masyarakat, bahkan pada dunia.

Rinding di Seluruh Nusantara

Sebagaimana yang telah saya sebutkan di atas, rinding tidak hanya berasal dari Malang, kota tempat saya dilahirkan dan dibesarkan. Namun Rinding juga dapat ditemukan di daerah Gunungkidul, dan orang-orang menyebutnya sebagai Rinding Gubeng. Konon, Rinding Gubeng sendiri telah dimainkan sejak ratusan tahun yang lalu.

Adapun untuk Rinding yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, disebut sebagai Karinding. Tentu saja bahan, cara bermain, hingga suara yang dihasilkannya pun sama. Untuk teman-teman yang berasal dari Jawa Barat, mungkin sudah mengetahui bahwa Karinding berasal dari ungkapan ka ra da hyang yang artinya adalah doa Yang Maha Kuasa. Tapi ada juga yang memberikan arti Karinding sebagai sumber bunyi.

Diambil dari kata Ka yang berarti sumber dan rinding yang berarti bunyi. Lain Jawa Timur dan Jawa Barat, lain pula dengan nama Rinding di Pulau Bali yang disebut sebagai Genggong. Genggong adalah alat musik yang terbuat dari bambu atau pelepah enau/kayu seperti halnya Rinding yang ada di pulau Jawa.

Bagaimana cara bermainnya? Sama gengs. Yaitu dengan mendekatkannya ke rongga mulut, kemudian menarik-narik utas (tali) yang dihubungkan dengan lidah getar pada alat musik tersebut atau memetik lidah getar berupa lamela logam. Sedangkan mulut si pemakai berfungsi sebagai resonator.

Jadi pada prinsipnya Rinding selalu punya sebutan yang berbeda-beda meskipun bentuk, bahan, cara bermain, hingga bentuk bunyi yang dihasilkan memiliki kesamaan. Entah itu Rinding, Karinding, maupun Genggong, ternyata berasal dari akar yang sama. Alat musik tersebut nyatanya juga telah ada sejak zaman nenek moyang lho!

Bahkan menurut penuturan para pemain Rinding hingga komunitasnya sudah ada sebelum ditemukannya alat musik tradisional kecapi yang biasa kita lihat di film-film itu. Rinding atau Karinding atau Genggong telah diperkirakan berusia lebih dari 600 tahun sejak pertama kalinya ditemukan.

Revitalisasi Warisan Budaya Rinding

revitalisasi rinding
source: terakota.id

Secara ekonomi, kalau dijual di Malang atau Indonesia satu buah Rinding dijual dengan harga Rp 250.000,- tapi juga pernah dibayar seharga 3juta. Begitulah menurut pengakuan salah seorang pemain rinding di Malang.

Namun mengapa Rinding? Gitar sudah banyak yang memainkannya, piano pun begitu. Jika pelajar kita saat ini ditanya sebutkan alat musik yang kamu ketahui! Dapat dipastikan kebanyakan dari mereka tidak ada yang mengenal rinding.

Padahal di Indonesia ada 158 jenis harpa mulut dengan nama yang berbeda-beda, namun yang ketemu baru sekitar ada 50an. Bayangkan bagaimana jika Rinding ini kemudian tiba-tiba musnah dan diakui oleh negara lain?

Oleh karena itulah revitalisasi Rinding yang digagas oleh Angga Ridho Subangga di Kabupaten Malang ini memberikan nafas baru pemain rinding, pengrajin, serta kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya. Angga berhasil menghidupkan alat musik rinding melalui komunitas dengan harapan rinding akan kembali mewarnai musik di Indonesia.

Rinding adalah warisan nenek moyang kita, ia adalah budaya yang wajib kita lestarikan, harta kekayaan yang harus kita lindungi, sebelum ia menghilang dan tergerus oleh masifnya budaya asing yang masuk ke negeri kita. Pantaslah Angga Ridho Subangga mendapatkan Satu Indonesia Awards dari Astra karena ide revitalisasi rinding yang digagasnya. Yuk kita jaga dan lestarikan pula rinding di sekitar kita

 

 

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)