Perempuan Peradaban Ishmatuddin Hatun, Pendamping Pembebasan Al Aqsha

Kembali lagi di episode Perempuan Peradaban yang dibawakan oleh Ustadz Salim A Fillah sejak Ramadan tahun lalu. Hanya saja secara bertahap kesempatan untuk merangkum kisah yang dituturkan oleh beliau baru saya selesaikan sampai episode ini. Semoga Ramadan kali ini bisa khatam yaa guys!

Kali ini kita akan membahas tentang kisah Perempuan Peradaban yang bernama Ishmatuddin Hatun. Kala itu nama yang populer memang diakhiri dengan imbuhan “din” tepatnya di zaman abad pertengahan. Semata sebagai doa untuk menjaga mereka agar tetap berpegang teguh dengan agama/din.

Ishmatuddin Hatun dan Keluarganya

Ishmatuddin Hatun binti Mu’inuddin namanya. Mu’inuddin sendiri yang merupakan Ayahanda Ishmatuddin Hatun ini adalah penguasa kota Damaskus. Pada masa kekhalifahan Abbasiyah kala itu terpecah-pecah ke dalam kesultanan-kesultanan yang saling berebut kekuasaan.

Namun mereka tidak berani mengusik khalifah, karena mereka mendudukkan khalifah sebagai simbol persatuan ummat.

Ada satu dinasti yang tunduk di bawah Mu’inuddin kala itu yang tinggal di Aleppo. Berawal dari sinilah muncul dinasti baru yang diberi nama Zankiyah atau biasa dikenal dengan Zengid. Dinasti ini dipimpin oleh seorang sultan yang hebat bernama Imaduddin Zanky.

Nah Imaduddin Zanky ini adalah seorang yang punya ikhtiar kesadaran untuk pembebasan Baitul Maqdis.

Jadi pembebasan Baitul Maqdis bukan ujug-ujug terjadi di tangan Shalahuddin Al Ayubi, namun sudah dirintis oleh pendahulu-pendahulunya sejak pasukan Salib datang.  Ada tiga generasi yang mewarnai usaha untuk pembebasan Baitul Maqdis ini. Yang dimulai dengan kesadaran rohani yang digerakkan oleh Imam Al Ghazali.

Kemudian beliau menuliskan kitab Ihya Ulumuddin. Berangkat dari situ kemudian lahirlah kesadaran Saqofiy hingga kemudian Syaikh Abdul Qodir Al Jailani mendirikan madrasah Jailaniyah untuk mendidik para mujahid yang siap untuk berjuang.

Lalu muncul kesadaran Siasiy dan Askari, yang dimulai di masa Imaduddin Zanky.

Salah satu ajaran kesadaran Siasiy ini adalah “kalau pasukan Muslimin mau menang melawan pasukan Salib maka kalian harus bersatu.”

Maka pada saat itu Imaduddin Zanky pergi berangkat ke kota-kota untuk menyatukan mereka. Selain itu di sana juga Zanky juga melakukan pertempuran melawan pasukan Salib di berbagai daerah. Hingga akhirnya dinasti Zankiyah ini sangat kuat.

Perempuan Peradaban Ishmatuddin Hatun
source: SAF Original Ustadz Salim A Fillah

Madrasah Hatuniyah, Bentuk Kepedulian Ishmatuddin Hatun Akan Pendidikan Untuk Ummat

Suatu hari, Zanky berhasil mengepung Damaskus yang dipimpin oleh Mu’aynuddin Unur yang pada saat itu sempat khilaf bekerjasama dengan kerajaan salib Yerusalem (untuk mempertahankan kekuasaan). Akhirnya Zanky pun berhasil membuat Mu’aynuddin menyerah dan membuat perjanjian.

Salah satu isi perjanjian tersebut adalah permintaan menikahkan putri Mu’aynuddin Unur dengan putra Zanky yang bernama Nuruddin Mahmud. Di sinilah terjadi pernikahan politik meskipun ada banyak khilafiyah oleh ahli sejarah. Apakah mereka benar-benar menjalani pernikahan yang sesungguhnya atau hanya simbolis untuk mempersatukan Aleppo dan Damaskus.

Namun ulama mengatakan bahwa pernikahan ini adalah pernikahan yang penuh berkah. Karena Ishmatuddin Hatun adalah wanita shalihah, fakihah, dan alimah yang menguasai berbagai macam ilmu.

Sehingga ketika Nuruddin Mahmud menguasai kota Damaskus, istrinya Ishmatuddin Hatun mendirikan madrasah-madrasah untuk pendidikan kaum Muslimin.

Beliau juga mendatangkan ulama-ulama untuk membangkitkan semangat jihad dan belajar anak-anak muda. Oleh karena itulah madrasah tersebut disebut Madrasah Hatuniyah.

Ishmatuddin Hatun juga mendatangkan Imam Ibnu As-Sakir yang merupakan ulama favorit Nuruddin Mahmud. Imam Ibnu As Sakir juga yang membuat Nuruddin Mahmud cinta akan ilmu dan mau berangkat berjihad. Imam Ibnnu As Sakir juga bertugas sebagai Maha Guru atau kalau sekarang bisa disebut rektor.

Selama Nuruddin Mahmud menjadi mujahid besar yang memimpin perlawanan kaum Muslimin terhadap pasukan salib, Ishmatuddin Hatun seringkali memberikan perhatian kepada para prajurit, juga senantiasa membakar semangat Nuruddin untuk terus berjuang di agama Allah.

Shalahuddin Al Ayyubi juga dikirim oleh Nuruddin ke Mesir untuk menahan serangan musuh (pasukan Salib) di Mesir dengan 30.000 pasukan. Karena Mesir dianggap sebagai pangkalan yang sangat strategis untuk mengendalikan perdagangan di Timur Tengah, juga merupakan tanah yang subur lagi makmur.

Adapun di Damaskus pasukannya hanya tinggal 3000 pasukan saja.

Nuruddin harus menahan pasukan salib yang berasal dari Libanon, yang ternyata mereka punya raja-raja sendiri yang berhasil mengumpulkan 30ribu pasukan untuk mengalahkan Damaskus. Lalu Nuruddin dan istrinya keluar dari benteng untuk menahan serangan pasukan salib saat itu.

Walaupun saat itu para ulama mengatakan agar Nuruddin dan Ishmatuddin Hatun mundur dan meninggalkan Damaskus. Karena kondisinya lawan terlalu besar. Pasukan akan seperti anak-anak ayam kehilangan induknya jika terjadi apa-apa pada mereka berdua.

Lalu Nuruddin menjawab;

Wallahi, sebelum Nuruddin datang, kaum Muslimin ada dalam penjagaan Allah, apa bedanya dengan sekarang? Kalaupun Nuruddin tak ada lagi, Allah pasti akan menjaga kaum Muslimin. Sedangkan aku mencari kesyahidan yang sangat aku cintai.

Ia pun berperang melawan pasukan salib ini. Lalu ketika pasukan sudah siap perang, ia naik ke atas bukit dan menunaikan salat dua rakaat dan menengadahkan tangan untuk berdoa ketika tak ada seorang pun yang tahu.

Ya Allah tolonglah agamamu. Tidak perlu kau tolong Mahmud (nama beliau). Mahmud ini hanya anjing yang tidak berharga di hadapanMu ya Allah. Maka tolonglah agamamu ya Allah..

Akhirnya beliau turun dan di situ beliau berhasil mengalahkan pasukan salib dan menawan tiga orang Raja di benteng Damaskus.

Namun beliau tetap khawatir dengan pasukan di Mesir. Lalu pada suatu hari datanglah seorang ulama bernama Syaikh Badruddin (yang terkenal jernih basyirohnya) dan berkata :

“Wahai Sultan, sesungguhnya pasukanmu di Mesir menang.”

“Engkau tau darimana?”

“Rasulullah datang ke mimpi saya dan meminta menyampaikan bahwa kabarkanlah pada Mahmud bahwa pasukannya di Mesir telah menang.”

“Tahu darimana bahwa itu adalah Rasulullah?”

“Rasulullah pun sudah tahu engkau akan membantah ini. Maka beliau sudah menyiapkan jawabannya. Yaitu beritahukanlah bahwa doa yang ia panjatkan di atas bukit : Ya Allah tolonglah agamamu, tidak perlu kau tolong Mahmud. Mahmud ini hanya anjing yang tidak berharga di hadapanMu ya Allah.”

Mendengar jawaban itu, Mahmud pun akhirnya percaya. Karena doa itu hanya Allah dan RasulNya saja yang mengetahuinya.

Maka Nuruddin Mahmud pun saat itu menangis tersedu-sedu dan sujud syukur atas dikabulkannya doanya oleh Allah karena mendengar kabar kemenangan kaum Muslimin di Mesir.

Perempuan Peradaban Ishmatuddin Hatun
source: SAF Original Ustadz Salim A Fillah

Lalu ditempatkanlah Shalahuddin Al Ayyubi di Mesir dan menjadi Perdana Menteri di Daulah Fathimiyah di Mesir. Namun saat itu Nuruddin memang tidak sabar, sehingga mendesak Shalahuddin Al Ayyubi untuk segera membubarkan Daulah Fathimiyah untuk segera bergabung bersama mereka di Damaskus.

Namun, Shalahuddin memahami bahwa khalifahnya itu sangat tulus dan memang agak tergesa-gesa, oleh karena itu Shalahuddin belum juga menuruti permintaannya karena melihat fakta di lapangan. Meskipun Nuruddin kecewa karena Shalahuddin tidak menurutinya.

Akhirnya setelah khalifah dari Daulah Fathimiyah ini meninggal dunia, barulah Shalahuddin mengambil alih kepemimpinan dan menggabungkannya dengan pemerintahan di Damaskus. Namun tak lama Nuruddin wafat, sehingga wilayah-wilayah Nuruddin bergejolak kembali dan banyak daerah yang lepas dari Zankiyah. Namun Nuruddin telah menyiapkan kader-kader yang sudah dididik oleh Nuruddin Mahmud untuk segera membebaskan Al Aqsha sebagaimana keinginannya bersama Shalahuddin.

Karena gejolak yang terjadi, Shalahuddin akhirnya menuju ke kota-kota untuk mengajak mereka kembali, namun ternyata tidak disambut baik, bahkan Shalahuddin diperangi. Ketika Shalahuddin memasuki Damaskus, banyak pejabat menaruh kecurigaan kepadanya untuk merebut kekuasaan.

Namun justru Ishmatuddin Hatun, istri Nuruddin Mahmud mendukung Shalahuddin. Ini adalah bagian dari yang disiapkan Nuruddin, kader-kader yang disiapkan untuk membebaskan Baitul Maqdis.

Ishmatuddin menerima banyak protes, kenapa bukan putranya saja yang menjadi sultan?

Ishmatuddin Hatun menjawab bahwa Ismail putranya masih 8 tahun, belum punya pengalaman di lapangan. Akan lebih baik jika semuanya diserahkan pada Shalahuddin yang sudah punya banyak pengalaman, bahkan keberhasilannya di Mesir tak bisa dikesampingkan. Karena Shalahuddin merupakan kader yang telah disiapkan Nuruddin menaklukkan Masjidil Aqsha.

Dukungan Ishamatuddin Hatun tersebut menjadi kekuatan tersendiri bagi Shalahuddin untuk kembali mempersatukan yang telah bergejolak di berbagai daerah. Sehingga dalam waktu belasan tahun ia mampu menyatukan wilayah kaum Muslimin mulai dari Suriah, Libanon, Jordania, Hijaz, dan juga Mesir untuk masuk ke dalam kesultanan Shalahuddin.

Kemudian Shalahuddin menjadi sultan dan mempersiapkan pembebasan Baitul Maqdis dengan didampingi oleh Ishmatuddin Hatun yang kemudian ia nikahi.

Ishmatuddin lah penyambung mata rantai pembebasan Baitul Maqdis. Kalau tidak ada dukungan dari Ishmatuddin Hatun, niscaya Shalahuddin tidak mungkin bisa mempersatukan kaum Muslimin.

 

Ketika Ishmatuddin Hatun Wafat

Perempuan Peradaban Ishmatuddin Hatun
source: SAF Original Ustadz Salim A Fillah

Kemesraan Shalahuddin dan Ishmatuddin tampak dari bertukarnya surat setiap hari di antara mereka bahkan dalam perang sekalipun. Beliau berdua saling mendukung, saling memberikan penghiburan juga kabar. Sehingga Shalahuddin Al Ayyubi setiap harinya mendapatkan suntikan semangat ketika menghadapi pasukan salib. Bahkan dikatakan bahwa surat-surat di antara Shalahuddin dan Ishmatuddin akhirnya dijadikan sebuah buku.

Ketika Ishmatuddin wafat, beritanya disembunyikan selama tiga bulan. Karena para pembesar khawatir Shalahuddin akan melemah semangatnya. Saat itu Ishmatuddin telah menyiapkan banyak sekali surat untuk dikirim pada Shalahuddin sehingga seakan-akan beliau masih hidup sebelum akhirnya meninggal dunia.

Sementara selama tiga bulan itulah Shalahuddin memang sedang berada dalam masa-masa kritis karena ia harus melawan Richard the Lionheart, Raja Inggris dan juga Philip August dari Perancis. Saking dahsyatnya pertempuran itu, hingga diabadikan di dalam sejarah sebagai Perang Salib ke-III yang sangat berat dihadapi oleh beliau.

Hingga akhirnya Richard The Lionheart memutuskan untuk mundur dan pulang ke Inggris, lalu Shalahuddin pun juga pulang ke Damaskus dan mendapati bahwa istrinya telah tiada.

Itulah sosok istri yang tidak hanya menuntut, tapi selalu mendukung suaminya, juga punya peran penting dalam pendidikan untuk ummatnya. Semoga kisah Perempuan Peradaban kali ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, menjadi teladan agar kita juga bisa memberikan dukungan penuh untuk suami, sehingga kelak anak-anak atau cucu-cucu kita bisa menjadi salah satu orang yang membebaskan Baitul Maqdis.

 

 

 

 

 

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)