Kisah Perempuan Peradaban Pelopor Sains, Sutayta Al Mahamili dan Maryam Al Asturlabi

Perempuan peradaban yang kita bahas kali ini adalah dua perempuan yang punya peran penting dalam peradaban Islam karena ilmu pengetahuan yang mereka miliki.

Mereka adalah Sutayta Al Mahamili dan Maryam Asturlabi.

Semangat Belajar dan Kontribusi Sutayta Al Mahamili

Sutayta Al Mahamili hidup di masa keemasan Islam di Baghdad, dan beliau adalah pelopor ilmu Matematika di kalangan perempuan di dunia saat itu, yakni di masa Harun Ar-Rasyid hingga diteruskan oleh anak-anaknya.

Beliau juga dipuji oleh ulama-ulama besar yang menulis kitab-kitab Tarikh seperti Al Khatib Al Baghdadi, Imam Ibnu Katsir, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ad-Dzahabi, mereka semua menulis tentang Sutayta yang merupakan seorang ulama, hali faroidh, ahli matematika dan pelopor ilmu matematika di kalangan perempuan.

Sutayta juga ikut membangun baitul hikmah untuk menjadi tempat para ulama untuk berdiskusi, mengembangkan ilmu baru, dan menerjemahkan karya-karya dari seluruh penjuru dunia untuk memperkaya khazanah pengetahuan di kalangan kaum Muslimin.

Sutayta juga lahir dari seorang Ayah yang juga seorang ulama. Bahkan Ayahandanya saat itu juga seorang Qadhiy Agung atau Hakim Besar di masa Bani Abbasiyah, juga seorang pakar Fikih baik dari Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali. Beliau menguasai keduanya dan menjadi tempat bertanya orang-orang kala itu.

Ayahanda Sutayta Al Mahamili juga tidak pernah membeda-bedakan dalam mendidik anak-anaknya. Semua anaknya diperlakukan sama baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan hingga generasi cucu-cucunya pun semuanya mendapatkan pendidikan tertinggi yang layak. Nantinya, anak dari Sutayta pun juga adalah seorang ulama.

Mereka adalah keluarga yang menomor satukan pendidikan dalam kehidupan, mencintai ilmu, dan juga tidak termasuk ke dalam orang-orang yang mendikotomikan ilmu pengetahuan. Karena di zaman itu, orang-orang sudah mulai mendikomotikan ilmu pengetahuan, ini ilmu agama, itu adalah ilmu sekuler, dan seterusnya.

Pada saat itu terpecahlah orang-orang yang mendalami ilmu fikih dan syariat dengan mengkritik ilmu dunia yang dipelajari oleh orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka. Begitu juga ada orang-orang yang mendalami ilmu dunia seperti astronomi, fisika, kedokteran dan lain sebagainya yang juga mengkritik orang-orang yang dianggap “berkedok” mencari ilmu akhirat.

Lebih baik kami mengejar ilmu dunia dan memang mengejar dunia. Tidak seperti kalian yang seolah-olah mengejar ilmu akhirat tapi ujung-ujungnya untuk mencari dunia juga. Karena ingin jadi hakim agung, ingin jadi pejabat, ingin jadi menteri, ingin jadi pemungut zakat, dan lain sebagainya.

Persaingan ini menjadi persaingan tidak sehat karena kedua kubu saling menjelekkan.

perempuan pelopor sains

Sedangkan keluarga dari Sutayta adalah keluarga yang memahami integrasi seluruh ilmu pengetahuan. Semua adalah milik Allah. Kalau semua itu dipergunakan untuk kepentingan agama Allah maka semua ilmu tersebut dapat membawa kita ke surga yang kekal.

Hal inilah yang kemudian berujung pada statement yang dikeluarkan oleh Imam Ghazali bahwa janganlah meremahkan ilmu kedokteran, seakan-akan ilmu kedokteran itu ilmu dunia. Karena kalau ini h-1 Ramadan lalu ada orang yang sakit perut lalu meminta advice kepada seorang dokter apakah besok boleh berpuasa? Maka sesungguhnya dokter tersebut tidak hanya memberikan advice medis tapi juga sebuah fatwa agama.

Jadi semua ilmu itu pasti berkaitan dengan ibadah kita kepada Allah. Begitu juga dengan ilmu tentang menenun, membuat pakaian dengan berbagai macam model dan motif, hal itu berkaitan dengan menutup aurat, yang menjadi salah satu prinsip yang harus dijalani oleh orang Islam.

Itulah yang dipahami oleh keluarga Mahamili bahwa ilmu dunia yang bermanfaat bagi orang lain juga akan membawanya pada kebaikan di akhirat.

Dalam ilmu faraidh, Sutayta adalah salah satu pakar di dalamnya. Hingga beliau menjadi konsultan di zaman itu oleh seorang hakim, pejabat dan juga banyak masyarakat awam lainnya.

Saking cintanya dengan ilmu Faraidh, Sutayta mengembangkan ilmunya lebih jauh menjadi ilmu yang lebih luas yaitu ilmu Matematika Terapan yang bermanfaat untuk berbagai aspek kehidupan. Baik itu untuk astronomi, arsitektur, teknik sipil, dan lain sebagainya.

Selain ilmu Matematika terapan, beliau juga memperluas ilmunya menuju ilmu ukur bidang maupun ruang. Jadi beliau termasuk orang yang mengembangkan mengukur volume suatu benda, bagaimana jumlah maksimal orang yang masuk ke dalam ruangan, juga termasuk perhitungan untuk kapasitas masjid dan bagaimana pintu-pintunya harus disusun.

Dari ilmu tersebut, juga dikembangkan ilmu akustika di mana tidak ada pengeras suara. Bagaimana caranya lengkung kubah itu bisa menjadi pengeras suara sehingga suara khatib terdengar di seluruh ruangan. Pada zaman ini menjadi perhatian yang luar biasa dalam pengetahuan.

Pembuatan kubah dengan perhitungan akustika ini menjadi hal yang dikembangkan di zaman Abbasiyah, termasuk maha karyanya adalah kubah dari masjid Jami’ Al Mansur di Baghdad dengan kubah yang sangat baik perhitungannya. Hingga dikatakan ketika Imam Syafi’i berceramah di masjid Jami’ Al Mansur, sebanyak 50.000 hadirin bisa mendengar suara beliau.

Sutayta Al Mahamili-lah yang mengembangkan rumus-rumus perhitungannya untuk bangunan-bangunan dengan segala ukuran. itulah kontribusi Sutayta Al Mahamili yang luar biasa.

Kontribusi Maryam Al Asturlabi Untuk Perkembangan Ilmu di Masa Abbasiyah

Ada satu lagi nama yang juga punya kontribusi besar dalam perkembangan pengetahuan untuk masyarakat Muslim saat itu. Yaitu Maryam al Ijli atau kemudian lebih dikenal dengan Maryam Al Asturlabi.

Dikenal sebagai Asturlabi karena penemuan beliau yang disebut astrolab. Astrolab sendiri kalau zaman sekarang mungkin seperti gadget tercanggih yang dikembangkan oleh seseorang.

Jadi astrolab yang dikembangkan oleh Maryam Al Asturlabi ini seperti gadget yang dikembangkan dari sekstan. Sekstan sendiri adalah untuk mengukur arah bintang di langit sehingga terproyeksikan ke bumi. Contohnya ketika menemukan bintang bidu, arahnya sekian dan sekian, maka kita di sini di titik ini, jarak ke kota Baghdad ditempuh dengan jarak sekian.

Astrolab lebih dahsyat lagi, ia mirip seperti lingkaran dan di dalamnya ada angka-angka serta peta langit juga peta bumi. Untuk menentukan jarak bintang, jadi ketika bintang tersebut letaknya di titik A, maka musim akan berganti. Kurang lebih seperti itu. Bisa dikatakan mirip GPS di zaman sekarang.

perempuan peradaban pelopor sains
gambaran astrolab yang sudah canggih

Astrolab saat itu juga jadi alat yang sangat dibutuhkan ketika di lautan atau melewti kafilah di padang pasir yang sangat sulit untuk menentukan ke arah mana kita akan berjalan jika ingin sampai ke tujuan. Hal ini dikarenakan kita tidak bisa bergantung sepenuhnya kepada tanda-tanda alam.

Karena penemuannya yang luar biasa inilah Maryam diundang oleh Saifud Daulah, penguasa kota Aleppo agar Maryam mau mengajar di Aleppo.

Penemuan astrolab ini kemudian akhirnya memicu penemuan observatorium yang digunakan untuk melihat bintang lebih dekat. Salah satu observatorium yang terkenal dan didirikan besar-besaran saat itu di Uluqbek, di Samarkan, Uzbekistan. Uluqbek cicit dari Timur leng membangun observatorium sangat besar dan berhasil menyusun peta langit yang lengkap. Sehingga astrolab pun makin canggih.

Penemuan ini sangat bermanfaat untuk pelaut-pelaut Muslim untuk mengembangkan ekspansi mereka hingga bisa sampai ke Nusantara. Mulai dari Maluku, Ternate, Tidore, sepanjang Pantai Aceh Malaka, dan lain sebagainya.

Hal ini pula yang menyebabkan Cornelis de Houtman, pelaut Belanda yang nanti akan pertama kali tiba di Banten, menyewa seorang navigator Muslim dari Madagaskar. Saat itu navigator tersebut punya astrolab. Saat itu jalur ke Nusantara telah dimonopoli oleh Portugis. Namun Cornelis bertanya pada navigator Muslim di Madagaskar, apakah dirinya bisa mendapatkan jalur lain selain jalur yang dikuasai oleh Portugis?

Meskipun susah, akhirnya Cornelis bisa mendapatkan jalur lain dari seorang navigator Muslim yang bersedia dibayar untuk itu.

Ternyata jalur yang dipimpin oleh navigator Muslim tersebut sangat akurat. Dimulai dari Madagaskar mereka mengambil jalur lurus hingga ke Samudra Hindia dan sampailah ke Banten. Ketika melewati samudra tersebut kanan kiri tidak ada satu pun pulau, apalagi daratan, tidak ada penanda sama sekali. Arahnya tidak meleset karena Astrolab.

Itulah penggunaan Astrolab dan sekstan pada masa itu, yang kemudian menjadikan penemuan Maryam Al Asturlabi ini sebagai bagian penting yang membentuk sejarah dunia. Karena dengan itu peradaban bisa menyebar lebih luas lagi. Barat dan Timur bertemu meskipun ada tragedi penjajahan di masa itu. Namun bagaimanapun akhirnya terciptalah koneksi antar wilayah di dunia ini.

perempuan penemu astrolab

Penemuan dan inspirasi dari ilmuwan perempuan Muslim tersebut harusnya membuat kita lebih bersemangat dalam menuntut ilmu dan mengembangkan kemampuan serta kreativitas. Sehingga kita tidak lagi disibukkan dengan hal-hal yang sia-sia.

Semoga artikel ini bisa menginspirasi kita semua yaa! Baca juga kisah Perempuan Peradaban lainnya di sini yuk!

 

 

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)