Mempelajari fikih tentu tidak bisa satu atau dua hari. Butuh ketekunan, waktu, dan juga guru bersanad yang jelas untuk bisa mempelajarinya. Namun, dalam artikel ini Fikih Ringkas Puasa saya tuliskan agar teman-teman bisa mengambil manfaatnya meskipun sedikit dan cukup ringkas.
Fikih Ringkas Puasa ini saya ambil dari Mulazamah bersama Ustadz saya dan bahasannya kami ambil dari Fikih Praktis Imam Syafi’i sebagai salah satu rujukannya. Simak yuk!
Fikih Ringkas Puasa – Kitab Shiyam
1. Definisi Puasa
Puasa secara bahasa adalah menahan diri. Adapun definisi puasa secara syariat adalah menahan diri dari hal yang membatalkan puasa dengan niat khusus, semenjak terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari.
2. Syarat Yang Menjadikan Seseorang Wajib Berpuasa
Berikut adalah beberapa syarat sehingga seseorang wajib menjalankan puasa di antaranya :
- Beragama Islam
- Sudah baligh (secara umur 15 tahun atau ketika muncul tanda secara fisik)
- Berakal (maksudnya adalah tidak hilang akal, tidak sedang koma dan juga tidak pingsan kecuali sebentar)
- Mampu berpuasa
3. Rukun Puasa atau Fardhu Puasa
- Niat (dilakukan sebelum terbit fajar shadiq, dan boleh dilakukan satu kali saja untuk satu bulan. Kecuali di tengah-tengah terputus/batal puasanya, maka harus berniat lagi. Selain itu niat juga tidak perlu dilafadzkan dan juga boleh berniat setiap hari).
- Menahan diri dari makan dan minum dengan sengaja.
- Menahan diri dari jima’ dengan sengaja.
- Menahan diri dari muntah dengan sengaja. Oleh karena itu jika tidak sengaja maka tidak membatalkan.
4. Perkara-Perkara yang Membatalkan Puasa
Berikut adalah perkara-perkara yang membatalkan puasa, di antaranya ada 9 yaitu :
- Jima’ dengan sengaja
- Onani/masturbasi sehingga keluar air mani atau keluar air mani dengan sentuhan secara langsung seperti bermesraan dan bercumbu tanpa bersetubuh.
- Makan dan minum dengan sengaja.
- Yang semakna dengan makan dan minum. Contohnya infus dan transfusi darah, dan yang semisalnya. Kalau suntikan yang bukan makan atau minum tetap sah.
- Mengeluarkan darah dengan cara bekam, donor darah, dan semisalnya (pendapat para ahli fikih di antara para ahli hadist).
- Muntah dengan sengaja.
- Keluar darah haid/nifas (sebelum waktu maghrib).
- Gila/hilang ingatan, kecuali pingsan yang sebentar dan saat terbangun tidak diberi apa-apa.
- Murtad.
5. Perkara-Perkara yang Disunnahkan Bagi Orang yang Berpuasa
- Menyegerakan berbuka
- Mengakhirkan sahur
- Menjauhi perkataan buruk dan sia-sia, karena inti puasa adalah menjaga lisan dan anggota tubuh.
Hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Umat ini akan selalu berada dalam kebaikan jika menyegerakan berbuka.” dalam hal ini juga termasuk mengakhirkan sahur.
6. Perkara-Perkara yang Diharamkan dan Dimakruhkan Saat Puasa
- Diharamkan berpuasa pada lima hari berikut : Idul Fitri, Idul Adha, pada hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah.
- Dilarang berpuasa yaitu diharamkan juga berpuasa pada hari yang diragukan, kecuali jika bersamaan dengan kebiasaan puasa rutin (di kitab disebutkan makruh).
Adapun kata-kata makruh dalam madzhab Syafi’i juga berarti haram (tapi menggunakan bahasa makruh). Selain itu ada pula makruh yang tidak sampai haram. Namun di zaman sekarang hari yang diragukan tersebut jarang terjadi.
7. Qadha dan Kafarat
8. Berbagai Udzur yang Memperbolehkan Berbuka
- Orang yang meninggal dunia dalam keadaan memiliki utang puasa Ramadan karena udzur syar’i seperti sakit dan belum ada kesempatan untuk membayar utang puasanya. Karena sakitnya berlanjut sampai meninggal dunia, maka tidak terkena beban puasa atas dirinya, tidak juga atas ahli warisnya, yaitu tidak wajib berpuasa untuknya, tidak juga membayarkan fidyah.
- Orang yang meninggal dunia dalam keadaan mempunyai utang puasa dan sudah mampu serta memungkinkan untuk membayar utang tersebut, namun ia menunda sampai ia meninggal dunia. Maka ahli warisnya diwajibkan untuk membayarkan fidyah yaitu 1 hari puasa diganti memberi makan 1 orang miskin. Bukan diganti dengan puasa.
- Jika si mayit mempunyai utang puasa nadzar, maka dibayarkan dengan puasa oleh ahli warisnya, atau boleh juga orang lain.
- Orangtua yang tidak mampu lagi puasa, namun masih berakal sehat (tidak pikun) maka wajib membayar fidyah yaitu setiap hari memberi makan 1 orang miskin.
- Ibu hamil dan menyusui jika tidak mampu berpuasa atau khawatir terhadap anaknya maka boleh tidak puasa dan cukup membayar fidyah saja, tanpa mengqadha. (Hal ini diambil dari Fikih Syaikh Albani dari sahabar Umar bin Khattab dan sahabat-sahabat Rasulullah lainnya dengan riwayat Shahih). Namun jika mampu berpuasa dan tidak ada kekhawatiran terhadap anaknya, maka tetap diwajibkan berpuasa.
- Orang sakit dan musafir jika tidak berpuasa maka wajib meng-qadha’nya.
Lalu, orang miskin yang seperti apa yang berhak menerima fidyah maupun zakat? Jadi orang miskin yang dimaksud adalah orang yang kebutuhan sehari-harinya (kebutuhan pokok) dalam satu tahun berlum terpenuhi. Lalu fidyah diberikan dalam keadaan makanan sudah jadi atau bahan makanan pokok.
Semoga artikel tentang fikih puasa praktis ini bermanfaat untuk teman-teman yaa!