Belajar Bersikap Asertif Saat Menyampaikan Kebenaran

Saya tidak ingat kapan pernah mengalami peristiwa yang membuat saya terintimidasi selain saat “bertengkar” dengan salah satu pegawai Dinas Perhubungan yang saat itu tidak mengizinkan saya masuk ke sebuah lokasi. Padahal saya panitia hehehe..

Orang tersebut ngotot karena jalur tersebut adalah jalur untuk “walikota” sedangkan saya tidak boleh menggunakan jalur itu. Padahal sebagai panitia, saya harus segera “memotong” jalan untuk kepentingan tamu. Namun, orang yang “menjaga” jalur walikota tersebut tidak peduli.

Sempat bersitegang dan nampaknya saya yang sudah menyampaikan kebenaran, masih kalah dengan ngototnya dia. Karena kalau emosi saya tuh inginnya nangis, yang keluar malah bukan amarah, tapi air mata karena tidak didengarkan, diremehkan, dan kebeneran yang saya sampaikan menguap begitu saja.

Ya, mungkin kita semua pernah ada di situasi yang bikin jantung berdebar lebih kencang. Seperti peristiwa yang saya ceritakan, yakni ketika harus menyampaikan sesuatu yang benar, tapi lawan bicara terasa intimidatif atau terlalu dominan. Dalam situasi seperti ini, sikap asertif menjadi kunci.

Tapi bagaimana caranya tetap tenang, tegas, dan tidak merugikan diri sendiri? Yuk, kita bahas!

1. Pahami Makna Asertif

Asertif itu bukan berarti galak atau keras kepala. Sebaliknya, ini tentang kemampuan menyampaikan apa yang kita pikirkan atau rasakan dengan cara yang jelas, tanpa merendahkan orang lain atau diri sendiri. Jadi, kalau kamu merasa gugup saat menghadapi tekanan, ingat: kamu punya hak untuk menyampaikan kebenaran dengan caramu sendiri.

2. Kuasai Emosi Sebelum Bicara

Saat merasa terintimidasi, respons alami kita biasanya antara fight (melawan) atau flight (menghindar). Tapi ada pilihan ketiga: stay calm. Tarik napas dalam-dalam, tahan beberapa detik, lalu hembuskan perlahan. Ulangi sampai kamu merasa lebih rileks. Pengendalian diri ini penting supaya pesan yang kamu sampaikan nggak terbawa emosi, tapi tetap tenang dan jelas.

3. Fokus pada Fakta, Bukan Emosi

Ketika menyampaikan kebenaran, pastikan kamu berpegang pada fakta. Hindari frasa seperti, “Saya merasa…” atau “Menurut saya…” terlalu sering. Ganti dengan pernyataan berbasis fakta, misalnya:

  • Salah: “Saya merasa Anda terlalu menekan saya.”
  • Benar: “Tadi Anda mengulang permintaan ini tiga kali, dan itu membuat saya sedikit sulit fokus.”

Ini menunjukkan bahwa kamu objektif, bukan emosional, sehingga lebih sulit diserang balik.

4. Gunakan Bahasa Tubuh yang Mendukung

Selain kata-kata, bahasa tubuh juga penting. Jangan menunduk atau menghindari kontak mata terlalu lama, karena ini bisa memberi kesan ragu. Tegakkan punggung, tatap mata lawan bicara dengan tenang, dan hindari gerakan gelisah seperti memainkan tangan. Sikap ini menunjukkan bahwa kamu percaya diri tanpa perlu berkata-kata banyak.

5. Pilih Kata dengan Hati-Hati

Gunakan kalimat yang tegas tapi sopan. Hindari nada menantang atau sarkasme, karena ini hanya akan memicu konflik lebih besar. Misalnya:

  • Salah: “Kalau Anda nggak ngerti juga, saya nggak bisa bantu lagi.”
  • Benar: “Saya rasa penjelasan ini cukup lengkap. Jika ada yang kurang jelas, kita bisa diskusikan lebih lanjut.”

Kata-kata seperti “saya rasa” atau “menurut saya” bisa membantu menyampaikan pendapat tanpa terkesan memaksa.

6. Tetapkan Batasan yang Jelas

Kadang, orang yang intimidatif cenderung memaksakan kehendak. Di sinilah kamu perlu belajar berkata tidak dengan tegas. Jika situasi mulai melewati batas, katakan saja dengan jelas:

“Saya rasa ini sudah cukup untuk sekarang. Kita bisa lanjutkan nanti kalau situasinya lebih kondusif.”

Batasan ini melindungi kamu dari tekanan lebih lanjut tanpa harus bersikap kasar.

7. Jangan Takut untuk Mengulang dengan Tenang

Orang yang dominan mungkin akan mencoba mematahkan argumenmu. Kalau ini terjadi, jangan langsung menyerah. Ulangi poinmu dengan nada yang sama tenangnya. Semakin konsisten kamu menyampaikan pesan, semakin sulit mereka mengabaikan kebenaran yang kamu sampaikan.

8. Evaluasi dan Belajar dari Pengalaman

Setelah melewati situasi sulit, luangkan waktu untuk merefleksi diri. Apa yang berhasil? Apa yang bisa diperbaiki? Pengalaman adalah guru terbaik, dan setiap momen sulit adalah kesempatan untuk tumbuh.

Bersikap asertif di bawah tekanan memang butuh latihan, tapi ini keterampilan yang sangat berharga. Dengan menguasai emosi, fokus pada fakta, dan berbicara dengan tenang, kamu bisa menyampaikan kebenaran tanpa kehilangan kendali atau merugikan diri sendiri.

Ingat, keberanian bukan tentang tidak pernah takut, tapi tetap bertindak meski merasa takut.

Semoga artikel ini bermanfaat yaa!

 

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)