Masih dalam seri Perempuan Peradaban dan kali ini kita akan membahas Perempuan Peradaban dari tanah Nusantara.
Banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa perempuan dalam Islam dikekang, tidak dihargai pendapatnya, dan lain-lain. Namun Islam tidak demikian. Datangnya Islam ke Nusantara justru memperbaiki segalanya.
Muslimah Paling Berpengaruh dalam Sejarah Abad 16-17 Berasal dari Aceh
Pada abad ke-16 dan 17 perempuan di Aceh justru menjadi seseorang yang bisa menjabat sebagai Panglima perang. Bahkan ada yang menjabat sejak muda. Awalnya ia menjadi pasukan pengaman istana, lalu menjadi panglima rahasia, lanjut menjadi kepala protokol istana, hingga menjadi seorang yang memimpin angkatan laut Kesultanan Aceh yang biasa disebut sebagai Laksamana. Beliau lah yang disebut sebagai Laksamana Malahayati atau Kemalayahati
Beliau pernah dinobatkan oleh majalah Timur Tengah sebagai salah satu dari 10 Muslimah yang paling berpengaruh dalam sejarah. Beliau lahir dalam keluarga yang memiliki pengabdian kepada kesultanan Aceh di bidang Militer. Kakeknya bernama Laksamana Muhammad Syaid Syah bin Sultan Salahuddin Syah bin Sultan Ali Mughoyat Syah, pendiri Kesultanan Aceh.
Jadi kakek Laksamana Malahayati ini adalah seorang Pangeran. Namun beliau tidak menjadi sultan karena memilih untuk menjadi Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh yang saat itu sedang giat-giatnya bertempur bertempur melawan pasukan Portugis di Malaka.
Lalu dari kakeknya, lahirlah Ayahnya yang bernama Laksamana Mahmud Syah yang juga seorang Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh. Lalu dari Laksamana Mahmud Syah inilah lahir Kemalayahati.
Kemalayahati punya seorang suami yang juga seorang Laksamana Angkatan Laut Kesultanan Aceh. Namanya adalah Laksamana Zainal Abidin Syah. Kemudian Kemalahayati yang sejak kecil memang dididik oleh keluarga Mujahid, keluarga pejuang, keluarga panglima perang juga mendapatkan pendidikan khusus perempuan untuk kalangan penghuni istana Kesultanan Aceh sekaligus mendapatkan pendidikan militer dari keluarganya. Sehingga sejak muda, bahkan sejak menikah telah diangkat menjadi Kepala Pengawal Istana.
Pada saat itu Pengawal Istana Dalam semuanya adalah perempuan. Dari situ, karena prestasi dan sifat amanah pada dirinya maka Sultan Saidul Mukamil al-Iriayat Syah, yakni salah satu Sultan Aceh yang terkenal dengan kebijakan progresifnya, mengangkat Kemalahayati menjadi Kepala Pasukan Rahasia. Yaitu Pasukan yang melakukan operasi-operasi rahasia.
Pasukan-pasukan ini dikirim ke kapal-kapal, dan orang-orang mengira mungkin mereka ini hanya pasukan dapur, namun sesungguhnya mereka adalah pasukan intelijen. Jadi mereka bertugas untuk mengumpulkan berbagai macam kabar internal maupun eksternal. Jadi ketika di dalam pasukan Aceh ada penghianat yang mencoba melawan pun akan langsung ketahuan.
Lalu setelah sekian tahun mengabdi sebagai Kepala Pasukan Rahasia, lalu Sultan menaikkan jabatannya menjadi Kepala Protokol Istana. Namun masih juga menjabat sebagai Kepala Pengawal Istana dan juga Kepala Pasukan Rahasia. Sebegitu cekatan dan bertalentanya Kemalahayati hingga mendapatkan kepercayaan penuh dari Sultan.
Laksamana Malahayati, Perempuan Multitalenta Kepercayaan Istana
Kemalahayati memiliki berbagai sisi keunggulan. Tidak hanya karena pengetahuannya yang luas, Kemalahayati juga dinilai mampu menjadi pemimpin Pasukan Kawal Istana Dalam yang semuanya adalah perempuan, juga bisa menjadi Kepala Intelijen, dan juga bisa menjadi seseorang yang berpengalaman dalam mengatur acara kenegaraan dan mengatur segala pertemuan dengan negara asing. Kemalahayati memiliki kemampuan diplomasi yang sangat baik sehingga tak berlebihan jika dikatakan ia punya kemampuan memimpin yang sangat baik.
Hingga suatu ketika suaminya, Laksamana Zainal Abidin Syah, syahid dalam sebuah pertempuran melawan Portugis, Sultan Iskandar Muda justru mengangkat Malahayati menjadi Laksamana Penuh yang memimpin Angkatan Laut Aceh yang memiliki kekuatan ratusan kapal.
Ada satu cerita tentang Kemalahayati yang sebenarnya tidak diketahui oleh banyak orang yang membaca sejarah Indonesia. Selama ini kita ketahui, kapal pertama yang mendarat di Nusantara untuk mengambil rempah-rempah adalah Cornelis de Houtman. Nah, ternyata ketika kapal-kapal mereka sudah penuh dengan rempah dan hendak kembali, mereka sempat singgah di Aceh, yaitu Cornelis dan Frederick de Houtman.
Lalu ketika di Aceh mereka merasa sudah mendapatkan begitu banyak rempah dari Timur, dia mencoba untuk memaksakan atau memonopoli agar Aceh mau tunduk untuk nanti ketika mereka pulang, lalu ketika kapal selanjutnya tiba untuk mengambil hasil dagang mereka tinggal ambil saja dengan harga yang jauh lebih murah.
Karena tantangan dan intimidasi dari pasukan Cornelis itulah kemudian Sultan sangat marah, dan saat itu Laksamana Malahayati masih belum menjadi Pemimpin Pasukan Penuh, namun Sultan mengutusnya untuk pergi menemui orang-orang Belanda tersebut di kapalnya.
Berangkatlah Malahayati bersama dengan pasukan-pasukan perempuannya (Inongbalee) menemui orang-orang Belanda tersebut untuk berdiplomasi.
Untuk informasi tentang Inongbalee, bahwa pasca syahidnya suami Malahayati, ia diangkat menjadi kepala Pasukan yang disebut Inongbalee. Inongbalee ini merupakan janda-janda syuhada yang memang sudah terlatih dan terampil. Sehingga tidak perlu “usaha yang lebih” bagi Malahayati untuk membentuk kesatuan khusus yang sangat dihormati.
Ketika Malahayati dan pasukannya datang ke kapal Belanda mereka kemudian duduk dan berdiskusi, namun hal itu tidak berhasil. Bahkan terjadi duel yang sengit di atas kapal. Adapun Malahayati benar-benar berduel dengan Cornelis de Houtman, dan Malahayati berhasil menikamkan rencongnya tepat di jantung Cornelis. Seketika itu Cornelis tewas di tempat.
Peristiwa ini tidak banyak ditulis di buku sejarah bahwa Cornelis meninggal di tempat, di atas kapalnya sendiri oleh rencongnya Malahayati.
Hal ini merupakan pukulan yang sangat pahit bagi Eropa, bahwa kemenangan Nusantara untuk yang pertama kalinya terjadi di Aceh, di atas kapalnya Belanda dan di tangan seorang perempuan, Laksamana Malahayati.
Terjadinya peristiwa tersebut menjadi pukulan telak dan memalukan bagi Eropa yang masih belum menghormati perempuan, bahkan bisa dikatakan perempuan-perempuan Eropa kala itu masih tertinggal dan terbelakang karena tidak memiliki akses penuh pada pendidikan, politik, hingga militer sebagaimana di Aceh.
Setelah wafatnya Cornelis pun, Malahayati masih “meladeni” adiknya, Frederick de Houtman dan melakukan duel yang kedua di atas kapal. Namun karena Malahayati tidak mau memperpanjang pertempuran, ia pun memutuskan untuk menangkap Frederick dan membawanya ke hadapan Sultan sebagai tahanan.
Akhirnya empat kapal yang dipenuhi oleh rempah oleh pasukan Belanda tersebut tidak semua bisa kembali ke Belanda. Dua kapal yang berisi rempah tersebut disita oleh pasukan Aceh dan hanya dua kapal yang kembali ke Belanda sebagai bayaran dari ketidaksopanan mereka yang ingin memonopoli perdagangan, juga untuk menebus adiknya Cornelis, yaitu Frederick de Houtman agar bisa bebas.
Negosiasi tersebut juga dilakukan oleh Malahayati.
Belanda yang tadinya ingin mengambil lebih banyak lagi rempah di Aceh, malah kehilangan dua kapalnya.
Dari hasil itu, Kesultanan Aceh menjual dua kapal rempah-rempah tersebut untuk langsung membentuk pasukan lebih banyak dan lebih kuat lagi dengan menambahkan 40 kapal perang.
Sehingga ketika pasukan Portugis dan Belanda yang ingin menguasai Jawa melewati wilayah Aceh, Jambi, Palembang dan lainnya pada akhirnya gagal karena kekuatan Aceh yang sangat mumpuni saat itu. Bahkan seluruh Selat Malaka saat itu berhasil dikuasai dan diamankan oleh Kesultanan Aceh.
Datangnya Islam Sebagai Tahrirul Mar’ah
Meskipun Aceh saat itu tidak berhasil merebut Malaka, namun kondisi Malaka saat itu juga tidak berkembang. Kekuatan Portugis di sana pun semakin lemah sehingga kedudukannya diambil alih oleh Belanda pada 1641. Itu pun Belanda tidak melewati Selat Melaka, mereka mengambil jalur belakang agar tidak berhadapan secara langsung dengan pasukan Aceh.
Peristiwa tersebut di atas merupakan gambaran luar biasa tentang peran seorang muslimah yang juga berperan sebagai ahli memimpin kesatuan, ahli intelijen, ahli duel, ahli negosiasi dan banyak hal yang ia bisa demi negaranya.
Kalau kita mempelajari Islam yang lebih universal dan lebih mendalam, sebenarnya kita tidak lagi memerlukan pemikiran-pemikiran liberal yang mengatakan si paling bebas dan membebaskan perempuan.
Bahkan datangnya Islam sendiri adalah sebagai tahrirul mar’ah, yaitu sebagai pembebas perempuan dari perbudakan, dari keterkungkungan dan awal mula sebuah pendidikan untuk perempuan juga dari Islam. Perlindungan untuk perempuan dari Islam juga tanpa menafikan peran perempuan itu sendiri dan juga bagaimana cara memuliakan kaum perempuan dengan luar biasa. Seperti itulah Islam.
Kisah Laksamana Malahayati juga membuka persepsi kita tentang Aceh bahwa negeri rencong tersebut tidak seperti yang dipersepsikan oleh orang-orang di luar sana yang punya sentimen terhadap Islam.
Semoga artikel ini bermanfaat yaa! Simak juga kisah Perempuan Peradaban lainnya di sini.
Duel sama orang Belanda, yang notabene cowok, di atas kapal Belanda, dan Laksamana Malahayati menang. Keren sih.
Bukannya takut karena kalau dipikir-pikir kan kapal Belanda tuh lingkungan kecil yang sudah pasti isinya lebih banyak orang Belanda.
Mana kakak adek pula yang kalah. Untung si adeknya nggak ditikam rencong juga sama Laksamana Malahayati ya.
Satu lagi pesannya, orang yang serakah, bukannya akan mendapatkan lebih banyak. Malah bisa kehilangan.
Tuh kalau nggak percaya tanya sama kapal Belanda yang akhirnya malah disita karena mereka serakah ingin memonopoli perdagangan rempah di Aceh.
Mampos.
Aceh memang layak disebut sebagai negeri serambi Mekah. Tidak hanya tentang sejarah Islam di sana, tetapi juga tentang tokoh-tokohnya yang luar biasa, tak terkecuali Laksamana Malahayati yang dengan keberaniannya menjadi sosok peradaban di Aceh
Terima kasih sudah berbagi kisah. Kisah perempuan Indonesia yang hebat emang perlu disebarkan supaya pada paham.
Aceh banyak melahirkan pejuang-pejuang wanita …selain Malahayati ada Cut Nyak Dien, Cut Mutia dan para pahlawan perempuan lainnya. Bangsa Aceh termasuk bangsa yang paling keras melawan penjajah kolonial. Sebagai gerbang masuknya islam ke nusantara melalui perdagangan menjadikan Aceh bangsa yang terdidik sedari dulu.
Kesultanan Aceh ini sangat berkaitan dengan kehadiran potugis yang ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah. Laksamana Malahayati salah satu pejuang yang gigih bertarung. terbukti dengan menggagalkan dan mengambil dua kapal Portugis yang hendak mengambil rempah-rempah.
Dulu kami sempat tinggal di Sumatera Utara sehingga Bapak punya rencong pemberian sahabat dari Aceh. Kalau melihat sekilas, mashaAllaa yaa… itu senjata seperti hanya untuk pajangan, tapi tajam dan bisa membunuh Cornelis de Houtman.
Betapa gesit dan tegasnya Laksamana Malahayati dalam mempertahankan tanah air ini dari penjajahan yang kejam.
MashaAllaa yaa… perjuangan perempuan pada zamannya sudah setara dengan pria.
MasyaAllah keren banget, sejarah yang disembnikan karena rasa malunya kalah dari perempuan. Baru kali ini saya membaca kisah Malahayati. Prestasinya luar biasa, terbukti bukan bahwa Islam justru mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan. Semoga kisah ini dapat menepis tanggapan miring tentang Islam