Zubaidah Sang Ratu Dermawan – Perempuan Pengukir Peradaban

Masih dalam episode Perempuan-Perempuan Peradaban yang disampaikan oleh Ustadz Salim A Fillah. Pada kesempatan kali ini, Perempuan-Perempuan Peradaban akan membahas tentang perempuan bernama Zubaidah. Satu sosok yang memberikan sumbangsih besar di dinasti Abbasiyah.

Siapakah Zubaidah di Masa Daulah Abbasiyah?

kisah perempuan peradaban

Ia adalah Zubaidah, istri dari Harun Ar-Rasyid, khalifah yang begitu masyhur dan dikenal oleh banyak orang karena kesuksesannya di banyak pilar saat memimpin Islam. Istri dari Harun Ar-Rasyid ini memiliki nama lengkap Zubaidah binti Ja’far bin Abu Ja’far Al Mansur.

Zubaidah binti Ja’far sebenarnya adalah sepupu dengan Harun Ar-Rasyid, karena mereka memiliki kakek yang sama.

Selain Fatimah binti Abdul Malik bin Marwan dari daulah Bani Umayyah yang kemarin sempat kita bahas memiliki rekor hubungan atau pertalian dengan para khalifah, maka ada Zubaidah yang menempati rekor kedua dengan pertalian khalifah terbanyak juga.

Zubaidah sendiri punya kakek seorang khalifah, yaitu Abu Ja’far bin Mansur. Lalu punya dua sepupu sekaligus suami yang juga seorang khalifah. Putranya juga seorang khalifah yaitu Muhammad Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid. Juga memiliki dua anak tiri yang juga menjadi khalifah.

Konon pada waktu kelahirannya, Zubaidah memiliki nama asli Sukainah. Ia mengambil nama dari nama-nama Ahlul Bait, yaitu salah seorang putri dari Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib yang bernama Sukainah. Salah satu kegemaran Sukainah kecil yaitu membuat bola-bola dari mentega, lalu dimakan.

Kakeknya, Abu Ja’far Al Mansur yang melihat kegemarannya itu akhirnya memanggilnya Zubaidah. Dari kata Zubdah dan ism tasghirnya Zubaidah. Ini yang menjadi sebab ia diberi nama Zubaidah. Lalu nama tersebut lebih dikenal daripada nama Sukainah.

Lalu Zubaidah dipinang oleh sepupunya sendiri, yaitu Harun Ar-Rasyid yang saat itu menjadi Pangeran. (Harun adalah anak dari khalifah Muhammad Al-Mahdi). Pernikahannya dirayakan dengan sangat meriah karena pernikahan kerajaan antar sepupu. Saat itu diselenggarakan oleh khalifah dengan memberikan shadaqah kepada masyarakat secara besar-besaran di kota Baghdad.

Saat itu kota Baghdad menjadi kota terbesar di dunia dengan penduduk berjumlah jutaan orang, yang diperkirakan dihuni oleh 3-5 juta orang.

Kota Baghdad dibangun oleh Abu Jafar Al Mansur (kakek Harun Ar-Rasyid dan Zubaidah) di salah satu tikungan Sungai Tigris sehingga sungai tersebut dapat mengalirkan air yang mengelilingi kota tersebut sebagai perlindungan alami kota Baghdad.

Selain itu, kota Baghdad juga dibangun dengan 7 lapis benteng yang sangat kuat. Dinding terluar benteng itu disebutkan tebalnya bisa dilewati oleh 4 kereta berjajar berjalan bersama-sama, sehingga kota tersebut sangat kuat dan bisa menahan serangan musuh yang sangat besar.

Setelah pernikahan tersebut, Harun Ar-Rasyid memboyong Zubaidah untuk tinggal bersamanya di Istana Kerajaan dan mendapatkan fasilitas layaknya Pangeran dan Putri.

Tidak lama dari pernikahan tersebut, Musa Al Hadiy, saudara dari Harun menggantikan ayahnya Muhammad Al Wahdiy menjadi seorang khalifah. Namun tidak berlangsung lama, hanya satu tahun lebih satu bulan hingga ia meninggal dunia.

Lalu Ibunda Harun Ar-Rasyid yang bernama Khaizuran menunjuk Harun Ar-Rasyid untuk menggantikan kakaknya.

Jadi kekhalifahan tidak turun kepada putra Musa Al Hadiy tapi turun ke adiknya, Harun Ar-Rasyid.

Khaizuran sendiri adalah saudari dari Salsa. Adapun Salsa adalah ibunda Zubaidah. Jadi hubungan keluarga mereka memang sedekat itu.

Diangkatnya Harun sebagai khalifah kala itu juga bertepatan dengan lahirnya anaknya Harun dari selir lain yang bernama Abdullah Al-Ma’mun. Namun Zubaidah menyayangi Al-Ma’mun seperti ia menyayangi Al-Amin, anak kandungnya. Hingga di masa kecil mereka sangat akrab dan tak terpisahkan karena diasuh oleh Zubaidah sendiri.

Malam di mana Harun diangkat sebagai khalifah, juga malam lahirnya Al-Ma’mun bertepatan dengan malam meninggalnya Musa Al Hadiy. Oleh karena itu malam tersebut dikenal sebagai malam tiga khalifah.

Zubaidah mendampingi Harun dengan dukungan yang luar biasa untuk bisa memerintah dengan bijaksana. Sebagaimana yang kita tahu di masa Harun Ar-Rasyid inilah Daulah Abbasiyah mencapai puncak kesuksesan yang luar biasa. Wilayahnya membentang luas antara wilayah yang disebut Ifritiyah (Tunisia dan Aljazair) dan perbatasan Maghrib (Andalus yang diperintah oleh Daulah Umayyah) hingga mencapai wilayah India dan juga Tiongkok. Itulah wilayah kekuasaan Harun Ar-Rasyid.

Harun memiliki kebiasaan unik, ketika ia berada di puncak benteng, ia suka berbicara kepada awan:

Wahai Awan pergilah kemana kau suka dan jatuhlah dimana pun kau mau. Jatuhnya engkau, maka insyaallah pajak dari hasil buminya akan datang padaku. 

Saat itu Harun Ar-Rasyid juga dengan bijaksana merekrut para ulama-ulama yang fakih untuk mengisi jabatan-jabatan di Pemerintahan agar pemerintahannya berjalan dengan lancar.

Zubaidah dan Harun Ar-Rasyid

Kalau kakeknya Harun saat itu gagal merekrut Imam Abu Hanifah (justru saat itu Imam Abu Hanifah wafat di dalam penjara di masa pemerintahan kakeknya), namun di masa Harun, murid dari Imam Abu Hanifah yaitu Imam Abu Yusuf justru dimohon oleh Harun Ar-Rasyid untuk menjadi Qodhiy Al Qadad di masanya, untuk menjadi hakim agung di masa Harun Ar-Rasyid.

Imam Abu Yusuf saat itu menyadari bahwa ilmu keagamaannya akan dihikmadkan kepada ummat sehingga kemudian beliau mau menerima jabatan Pemerintahan. Tidak seperti gurunya yang saat itu memandang bahwa kakek Harun Ar-Rasyid memiliki pemerintahan yang absolut dan ditakutkan hakim agung hanya menjadi bonekanya.

Sementara Harun Ar-Rasyid dengan kecerdasannya menunjukkan kecenderungan yang bisa lebih menerima pendapat dan nasihat para ulama. Sehingga Imam Abu Yusuf mengambil ijtihad untuk menerima permohonan Harun. Sebagaimana murid Imam Abu Hanifah lainnya juga menerima permohonan Harun Ar-Rasyid, yaitu Imam Muhammad bin Hasan Alsyaibani yang diangkat sebagai penasihat oleh Harun Ar-Rasyid dan menjadi orang yang sangat dekat dengan beliau.

Imam Muhammad bin Hasan Alsyaibani juga punya andil besar dalam menyelamatkan Imam Syafi’i yang saat itu difitnah ketika berada di Yaman. Imam Syafi’i difitnah sebagai pemberontak Rafidhah hingga ia dihadapkan dengan Harun Ar-Rasyid.

Lalu ketika diinterogasi oleh Harun Ar-Rasyid dia bisa menjawabnya dengan lancar, hingga akhirnya Imam Syafi’i dibebaskan dan Alsyaibani mengangkatnya menjadi murid dan juga teman berdiskusi. Sehingga Imam Syafi’i akhirnya menjadi aman berada di istana Harun Ar-Rasyid, bahkan kemudian menjadi teman diskusi Harun Ar-Rasyid.

Peran Penting Zubaidah Untuk Kejayaan Daulah Abbasiyah

Hal-hal yang dilakukan atau yang menjadi kebijakan Harun Ar-Rasyid ini tidak terlepas dari perhatian besar Fatimah terhadap agama. Dimana diriwayatkan bahwa Zubaidah memiliki 100 dayang-dayang yang semuanya adalah hafidzah Quran. Dayang-dayang tersebut selalu mengikuti Zubaidah kemanapun ia pergi, dan Zubaidah selalu meminta mereka secara acak untuk memperdengarkan bacaan Al-Quran, dan pada mereka Zubaidah memberi hadiah-hadiah besar.

Kalau Harun menyukai penyair, maka Zubaidah menyukai pelantun Al-Quran yang baik dan benar hingga ia sering memberi hadiah besar pada siapa saja yang memperdengarkan Al-Quran di hadapannya dengan baik.

Di antara warna-warni kehidupan Zubaidah yakni ia juga memiliki istana yang dikelilingi oleh taman-teman yang di dalamnya juga terdapat hewan-hewan yang didatangkan khusus dari berbagai penjuru/wilayah kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah termasuk dari Afrika, Tiongkok dan juga India.

Harmonisnya kehidupan Zubaidah dan Harun tentu tidak terlepas dari permasalahan. Ada satu waktu yang diceritakan dalam satu riwayat yaitu dikisahkan saat itu Harun mengatakan : “Wahai Zubaidah demi Allah sekiranya engkau malam ini masih berada di istanaku, engkau tercerai dariku.”

Ini menjadi kalimat talak yang bersyarat dari Harun Ar-Rasyid. Namun tidak lama kemudian, lima atau sepuluh menit kemudian Harun Ar-Rasyid menyesali kata-katanya, “Demi Allah aku tidak ingin berpisah denganmu Zubaidah. Aku tidak bisa kau tinggalkan, aku tidak bisa hidup sendiri.”

Lalu dipanggillah ulama untuk menyelesaikan persoalan ini. Karena jika Zubaidah tidak meninggalkan istana Harun Ar-Rasyid dia akan tercerai. Padahal untuk keluar dari istana Harun membutuhkan waktu satu hari. Jadi hampir mustahil Zubaidah bisa keluar dari istana.

Disebutkan dalam satu riwayat kemudian yang menyelesaikan masalah ini adalah Imam Abdurrahman bin Mahdi, namun di riwayat lain juga disebutkan bahwa yang menyelesaikan masalah ini adalah Imam As-Syafi’i. Apa yang harus dilakukan agar Zubaidah tidak sampai tercerai?

Beliau pun menjawab:

Wa annal masajida lillah..

Yang artinya bahwa masjid itu adalah milik Allah.

Karena sebenarnya di dalam kompleks istana Harun Ar-Rasyid terdapat sebuah masjid. Yaitu masjid Jami’ Al-Manshur di Baghdad yang dibangun oleh kakeknya. Dikatakan meskipun masjid ini ada di dalam istana, sebenarnya masjid ini bukan bagian dari istana atau milik Harun Ar-Rasyid. Maka jika Zubaidah bermalam di masjid itu, maka Zubaidah tidak akan tercerai karenanya.

Sehingga malam itu Zubaidah pun bermalam di masjid agar tidak tercerai dari suaminya yang sangat mencintainya.

Zubaidah sang ratu dermawan

Selain itu Zubaidah juga seringkali melaksanakan perjalanan haji. Nah di perjalanan hajinya yang kelima dia menyadari betapa rutenya sangat berat untuk ditempuh oleh kaum Muslimin karena melewati berbagai rintangan alam. Gurun pasir dengan panas yang menyengat, bukit yang curam, dan rintangan berat lainnya.

Oleh karena itu, dengan dana pribadinya Zubaidah memerintahkan untuk membangun jalan raya antara Baghdad hingga ke Madinah melewati kota Kuffah. Beliau mengeluarkan hampir 2 juta dinar untuk membiayai proyek ini. Sehingga kendaraan dan tunggangan bisa melewati sepanjang jalan tersebut dengan mudah.

Selain itu beliau juga membangun mata air dan penampungan-penampungan air hujan yang ditempatkan di beberapa titik sepanjang jalan dari Baghdad menuju ke Madinah agar khalifah-khalifah yang melewati jalan tersebut bisa mengambil air bersih dari mata air dan juga penampungan air hujan tersebut. Semuanya dikeluarkan dari dana pribadi Zubaidah.

Salah satu proyek paling terkenal yang diinisiasi oleh Zubaidah di antaranya adalah mata air Zubaidah yang digali di Arafah untuk minum jamaah haji yang sedang wukuf. Karena saat itu beliau melihat debit air zam-zam saat itu sangat kecil, sehingga beliau pun juga memerintahkan untuk menggali sumur zam-zam lebih dalam sehingga bisa diambil lebih banyak airnya.

Tidak berhenti di situ, Zubaidah juga membangun mata air di Hunain (dekat kata Thaif), karena Hunain ini posisinya tinggi, beliau mengalirkan air dari Hunain menuju ke Mekkah agar tidak sampai kekeringan.

Ikhtiar yang luar biasa dari Zubaidah, hingga akhirnya support untuk mata air mata air ini bermanfaat untuk jamaah haji. Ini adalah salah satu kontribusi Zubaidah. Sampai sekarang kalau kita berkunjung ke Mekkah kita akan bisa melihat peninggalan-peninggalan pembangunan aliran air yang dibangun oleh Zubaidah.

Zubaidah juga selalu mendampingi Harun, sering memberi masukan, dan juga menjadi teman diskusi karena kecerdasannya dalam urusan ketatanegaraan. Ketika Harun Ar-Rasyid wafat, putranya yang bernama Muhammad Al-Amin menggantikan kedudukan Ayahandanya menjadi khalifah.

Zubaidah juga mendampingi Al-Amin memerintah, dan saat itu ada masalah antara Al-Amin dan Al Ma’mun. Ditambah lagi permasalahan di tengah Daulah Abbasiyah kala itu dukungan rakyat terbagi menjadi dua. Yaitu dukungan dari bangsa Arab dan dukungan dari bangsa Ajam, yaitu orang-orang Atrak atau orang-orang Turki.

Masing-masing di antara bangsa tersebut memiliki pendukung yang sama banyaknya. Masing-masing memiliki tokoh yang didukung. Orang Arab memilih mendukung Al Amin, sementara orang Atrak mendukung Al-Ma’mun. Sehingga para pejabat pun juga terbagi menjadi dua kubu.

Hingga akhirnya Al-Amin terbunuh oleh pendukung Al-Ma’mun. Lalu Al Ma’mun dibaiat untuk menjadi penguasa selanjutnya di daulah Abbasiyah. Menariknya, Al-Ma’mun yang merupakan anak tiri dari Zubaidah tetap memboyong Zubaidah untuk tetap di sisinya sebagai ibu suri agar bisa memberikan nasihat-nasihat padanya hingga akhirnya Zubaidah juga ikut wafat menyusul suaminya tercinta.

Kisah Zubaidah sebagai salah satu perempuan peradaban ini sangat memberikan inspirasi bagi kita, khususnya bagi orang-orang yang diberi kelapangan harta dan ilmu untuk memberikan apa yang ia miliki agar bermanfaat untuk ummat, bukan hanya untuk dirinya sendiri dan juga keluarganya.

Semoga apa yang beliau kerjakan mendapatkan balasan dari Allah dan inspirasi bagi kita untuk memanfaatkan harta kita untuk amal jariyah yang mengalir hingga hari akhir kelak.

Semoga bermanfaat! Yuk ikuti kisah Perempuan Peradaban lainnya di sini.

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Comment

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)