Kenapa Ibuk kok harus kerja? Kenapa kok Bapak harus kerja? Di rumah aja sama Isya..
Seriiiiinnnngg banget anak saya mengucapkan kalimat itu meskipun sudah berkali-kali juga dijelaskan sebabnya. Sudah berkali-kali juga dia mau memahami, tapi kemudian ketika dia tidak ingin bermain sendiri, kalimat tersebut keluar lagi, hahaha..
Pertanyaan anak tentang kerja dan uang adalah salah satu pertanyaan anak yang menurut saya mudah untuk dijawab, namun mungkin sulit untuk bisa dimengerti olehnya. Sulit juga untuk membuatnya legowo dengan kondisi alami bahwa orang tua harus bekerja. Ya kalau ngga kerja, kita mau makan apa Nak? Kita ngga mungkin dong menjawabnya demikian wkwk..
Oleh karena itu saya akhir-akhir ini juga bertanya-tanya, seperti apa seharusnya jawaban yang harus saya berikan? Jawaban yang bisa dipahami oleh anak-anak, bisa dimengerti, dan tidak membuatnya sedih.
Pertanyaan Anak tentang Kerja dan Uang
Bagaimana dengan Bapak Ibu nih? Jawaban apa yang akan keluar dari kita? Karena ternyata menurut Psikolog, Samantha Elsener jawaban yang akan keluar dari pertanyaan anak tentang kerja dan uang tersebut akan menentukan relasi anak dengan uang dan tanggung jawab kerja ketika kelak ia bekerja di masa dewasanya (kita kenal sebagai etos kerja).
Mengapa?
Sederhananya, karena anak tidak hanya mencontoh apa yang dijalani orang tua saat ini, tetapi juga merefleksikan kelak, “Apakah itu gaya hidup yang tepat untuk kujalani?”
Kita perlu merasa bersyukur dan sangat beruntung di era yang penuh informasi ini, dengan banyaknya influencer finansial yang memberikan edukasi di berbagai media sosial. Melalui para influenser finansial ini kita dapat banyak belajar tentang relasi kita dengan uang dan bagaimana mengelolanya, serta membuat rencana finansial yang lebih tepat untuk setiap profil individu.
Bagaimana? Apakah penjelasan di atas sudah cukup menjadi bekal untuk menjawab pertanyaan anak tentang kerja dan uang?
Karena ternyata ketika kita sudah membenahi relasi dengan uang dan mampu mengelola keuangan dengan lebih baik, tanpa kita sadari sebenarnya kita pun meningkatkan keterampilan untuk menjawab pertanyaan tentang kerja dan uang itu sendiri dengan lebih bijak. Dengan begitu, kita bisa mewariskan wawasan dan keterampilan pengelolaan uang dengan lebih baik kepada anak.
Karena secara psikologi, relasi kita dengan uang ternyata terkait dengan kondisi mental, begitu pula sebaliknya.
Mungkin sebagian dari kita sudah mahir menjawab pertanyaan darimana asal bayi dan semakin terbiasa menanggapi pertanyaan serupa. Lalu saat dituntut untuk menjawab pertanyaan anak tentang kerja dan uang, ada juga yang tiba-tiba langsung panik dan berbohong pada anak:
“Maaf ya Nak Mama ngga bisa beliin kamu mainan itu karena uang Mama sudah habis nih di dompet.”
Lalu anak menjawab, “Tapi Mama kan punya kartu, bisa gesek aja kan?”
Nah lho, wkwkw anak-anak semakin pintar melihat kebiasan kita Bun!
Aturan Membicarakan Uang dengan Anak
Beth Kobliner, penulis buku Make Your Kid A Money Genius (even if you’re not) menyebutkan ada 14 aturan yang perlu kita ketahui tentang bagaimana membicarakan tentang uang kepada anak.
Beth secara terbuka mengatakan,
Percakapan tentang uang yang terjadi dalam berbagai situasi, dan sering kali dalam situasi yang tak terduka. Tetapi kita bisa menggunakan kesempatan itu sebagai ‘teachable moment’.
Berikut adalah 14 aturan tersebut (akan saya bahas di artikel berikutnya secara lengkap, untuk saat ini saya tampilkan cuplikannya saja yaa!):
- Mulailah sedini mungkin dari yang kita pikir seharusnya. Jadi sekalipun anak belum paham dengan semuanya dalam sekali waktu, tidak apa-apa kok kita ajarkan prinsip jual dan beli ketika ia berumur 3 atau 2 tahun bahkan.
- Sesuaikan dengan tingkatan usia anak. Jangan memberi kekhawatiran pada anak, sesuaikan dengan usianya ya.
- Gunakan anekdot. Kita bisa menggunakan perumpamaan atau kisah nyata dari teman atau saudara agar anak lebih memahami konteks pembicaraan serta pesan yang ingin disampaikan.
- Gunakan angka sekalipun kita tidak mahir Matematika.
- Jangan bohong tentang pengalaman masa lalu dengan uang, dan jangan cerita berlebihan juga.
- Jangan bohong tentang berapa jumlah uang yang kita miliki.
- Identifikasi financial baggage kita dan tinggalkan. Pengalaman kurang menyenangkan tentang uang sebaiknya tinggalkan.
- Pastikan anak tidak mendengar atau mengetahui saat kita dan pasangan bertengkar mengenai uang.
- Jangan berekspektasi anak kita memiliki keterampilan mengelola uang jika yang kita lakukan hanyalah memberinya uang setiap saat.
- Diskusi melalui percakapan
- Hindari membuat celah keuangan, baik anak laki-laki maupun perempuan semua membutuhkan financial literature.
- Hindari membandingkan kondisi keuangan keluarga dengan keluarga lain.
- Pilih kesempatan dan tempat untuk menjalin percakapan dengan anak.
- Jangan pamerkan perilaku finansial negatif di hadapan anak.
Bagaimana? Tidak susah kan? Selamat berjuang yaa Bunda~Ayah, saya pun juga sedang berjuang untuk itu.
Referensi:
Samanta Elsener, M.PSi, Psikolog